MAKNews, Jakarta – Polemik panjang mengenai kepemilikan empat pulau strategis antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara akhirnya menemukan titik terang. Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan keputusan tegas pada Selasa (17/6/2025), secara resmi menetapkan bahwa keempat pulau yang menjadi sengketa tersebut, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang, sah milik Provinsi Aceh.
Keputusan ini mengakhiri ketegangan yang sempat kembali memanas setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada April 2025 mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) yang memasukkan pulau-pulau tersebut ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Kebijakan ini memicu protes keras dari Pemerintah Aceh, yang mengklaim pulau-pulau tersebut secara historis dan administratif berada di bawah Kabupaten Aceh Singkil.
Reaksi Positif dari Kedua Belah Pihak
Keputusan Presiden Prabowo disambut baik oleh kedua belah pihak. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), menyampaikan rasa terima kasih atas penyelesaian polemik ini. “Kami sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada Bapak Presiden Prabowo yang telah menuntaskan permasalahan ini. Ini adalah keputusan yang adil dan sesuai dengan sejarah,” ujar Mualem.
Senada, Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, juga menyampaikan apresiasinya. Ia meminta masyarakat Sumatera Utara untuk menerima keputusan tersebut dengan lapang dada dan menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antarprovinsi. “Aceh adalah tetangga dekat kita, mari kita jaga persaudaraan ini. Keputusan Presiden adalah yang terbaik untuk semua,” kata Bobby.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan bahwa keputusan Presiden didasarkan pada dokumen dan bukti yang dimiliki pemerintah. Ia menambahkan bahwa Perjanjian Helsinki dan UU No. 24 Tahun 1956 tidak secara spesifik mengatur batas keempat pulau tersebut, sehingga memerlukan intervensi langsung dari Kepala Negara.
Mendagri Akan Revisi Keputusan Lama, Dokumen Historis Jadi Kunci
Menindaklanjuti keputusan Presiden, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan komitmennya untuk segera merevisi Kepmendagri sebelumnya. Tito mengakui bahwa permasalahan status keempat pulau ini sudah ada sejak lama, bahkan sejak tahun 1928, dan Kepmendagri sebelumnya diterbitkan sesuai amanat UU Pemerintahan Daerah mengenai tapal batas laut.
“Presiden Prabowo sangat jelas dalam arahannya, tidak boleh ada konflik antardaerah. Semua diselesaikan lewat kesepahaman yang sah, didukung bukti hukum dan historis. Dan itu yang kami laksanakan,” tegas Tito.
Titik terang penyelesaian sengketa ini, menurut Mendagri, datang dari penemuan dokumen penting di Pusat Arsip Nasional. Tim Kemendagri berhasil menemukan dokumen asli kesepakatan dua gubernur pada tahun 1992 yang disaksikan oleh Mendagri kala itu, Rudini. Dokumen ini secara jelas menyebutkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari Aceh. Tito menjelaskan, pada tahun 2017, pulau-pulau itu sempat dimasukkan ke Sumut karena kurangnya koordinat akurat atau kesalahan dalam dokumen yang dipegang saat itu.
Dengan adanya keputusan Presiden yang didukung oleh temuan dokumen historis ini, diharapkan polemik panjang yang sering memicu ketegangan antara Aceh dan Sumatera Utara dapat benar-benar berakhir, menciptakan stabilitas dan harmoni di wilayah tersebut.***