MAKNews, Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkapkan kemarahannya terhadap kelompok BRICS melalui unggahan di platform media sosial Truth Social pada Minggu (6/7/2025). Kemarahan ini dipicu oleh pernyataan bersama yang dikeluarkan BRICS pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 di Rio de Janeiro, Brasil, yang mengecam kebijakan tarif impor AS.
Dalam pernyataan bersama tersebut, BRICS, yang kini beranggotakan 11 negara termasuk Indonesia yang resmi bergabung pada Januari 2025, menyebut tarif impor AS sebagai “tindakan tanpa pandang bulu” yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi global dan melanggar prinsip perdagangan bebas Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Selain itu, BRICS juga mengkritik serangan militer Israel dan AS terhadap Iran, menunjukkan dukungan diplomatik kepada Iran, salah satu anggota BRICS.
Trump, dalam unggahannya, mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10% terhadap semua negara anggota BRICS, termasuk Indonesia, yang dianggapnya mendukung “kebijakan anti-Amerika.” Meski tidak merinci apa yang dimaksud dengan “kebijakan anti-Amerika,” pernyataan ini telah memicu kekhawatiran di kalangan negara-negara BRICS, terutama yang bergantung pada ekspor ke AS.
Indonesia, yang diwakili oleh Presiden Prabowo Subianto dalam KTT BRICS, menghadiri pertemuan tersebut untuk memperkuat kerja sama Global Selatan dan mempromosikan diversifikasi ekonomi. Namun, ancaman tarif tambahan dari AS dapat berdampak signifikan pada sektor ekspor Indonesia, terutama industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur, yang menjadikan AS sebagai salah satu pasar utama.
Menteri Perdagangan Indonesia, dalam pernyataan resminya, menyatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah antisipasi, termasuk mempercepat negosiasi diplomatik dengan AS dan mendorong diversifikasi pasar ekspor ke kawasan Eropa, Asia, dan Afrika. “Kami akan terus memperjuangkan kepentingan nasional sambil menjaga hubungan bilateral yang konstruktif dengan AS,” ujar Menteri Perdagangan.
KTT BRICS ke-17 di Brasil menjadi ajang penting bagi negara-negara anggota untuk memperkuat kerja sama ekonomi dan geopolitik. Selain isu tarif, BRICS juga membahas penguatan mata uang lokal dalam perdagangan antaranggota, pengembangan sistem pembayaran alternatif, dan dukungan terhadap pembangunan berkelanjutan. Kehadiran Indonesia sebagai anggota baru menandai komitmen negara ini untuk memperluas pengaruhnya di panggung global, terutama dalam kerja sama Selatan-Selatan.
Reaksi terhadap ancaman Trump bervariasi. Tiongkok dan Rusia, dua kekuatan utama dalam BRICS, menyerukan solidaritas antaranggota untuk menghadapi tekanan ekonomi dari AS. Sementara itu, negara-negara seperti India dan Brasil menekankan pentingnya dialog untuk meredakan ketegangan. Analis ekonomi memperingatkan bahwa eskalasi perang tarif dapat memperburuk ketidakpastian ekonomi global, terutama di tengah pemulihan pasca-krisis.
Pemerintah Indonesia, bersama negara-negara BRICS lainnya, dijadwalkan akan mengadakan pertemuan darurat dalam beberapa minggu ke depan untuk membahas respons kolektif terhadap ancaman tarif AS. Sementara itu, dunia menanti langkah konkret Trump dan apakah ancamannya akan benar-benar direalisasikan atau hanya bagian dari strategi negosiasi.***