MAKNews – sejumlah negara di Eropa dan sekitarnya menyatakan kesiapan untuk menangkap perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu, jika ia berkunjung ke wilayah mereka. Sikap ini menyusul diterbitkannya surat perintah penangkapan oleh International Criminal Court (ICC) pada November 2024, yang mengecam tindakan yang diduga sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Menurut laporan terbaru, delapan negara yang secara eksplisit menyatakan kesiapan untuk mengeksekusi perintah penangkapan itu adalah: Turki, Slovenia, Lithuania, Norwegia, Swiss, Irlandia, Italia, dan Kanada.
Pemerintah dari negara-negara tersebut menyatakan bahwa sebagai negara pihak dalam Statuta Roma (perjanjian ICC), mereka memiliki kewajiban hukum untuk menangkap setiap individu yang menjadi subjek surat perintah ICC jika mereka memasuki wilayah negara tersebut.
Meski begitu, respons terhadap perintah penangkapan ini tidak seragam di seluruh dunia. Beberapa negara anggota Uni Eropa maupun negara-negara Eropa lain memilih sikap menolak atau tidak berkomitmen secara tegas untuk menangkap Netanyahu.
Kasus ini terus memicu debat internasional. Pendukung kewajiban penangkapan berargumen bahwa hukum internasional harus ditegakkan demi keadilan dan penghormatan HAM. Sementara lawan dari perintah itu, termasuk beberapa negara Eropa, menyebut surat perintah itu “kontroversial” dan menolak membandingkan pemimpin resmi negara demokratis dengan anggota organisasi teroris sebuah argumen yang juga diajukan pejabat Israel.
Kendati demikian, Netanyahu sendiri beberapa kali mengecilkan dampak perintah ICC ini terhadap mobilitas internasionalnya. Dalam salah satu kunjungannya ke Hongaria pada 2025, misalnya, meskipun ICC telah mengeluarkan surat perintah, Hongaria sebagai tuan rumah tetap menerima kedatangannya.
Dengan situasi hukum dan politik yang sangat dinamis ini, potensi penangkapan jika Netanyahu bepergian ke luar negeri tetap menjadi bahasan serius di tingkat internasional.

