Tangan Besi Politik di Balik Bencana Alam

Prabowo Mau tambah lahan Sawit
Lembaga Lingkungan Serukan Pencabutan Izin PT THL yang Terafiliasi Presiden; Tuntut Audit Forensik dan Restorasi Alam 97.000 Hektare

MAKnews.com, BANDA ACEH – Sebuah gelombang tuntutan keras menghantam PT THL, perusahaan konsesi hutan yang disebut-sebut memiliki afiliasi kuat dengan Presiden Prabowo Subianto. Sejumlah lembaga lingkungan hidup secara terbuka mendesak Pemerintah untuk tidak hanya memberikan sanksi, tetapi juga segera mencabut total izin perusahaan seluas sekitar 97.000 hektare di Aceh, menuduh praktik monokultur yang mereka lakukan sebagai kontributor struktural bencana banjir dan longsor di wilayah hulu yang kritis.

Tuntutan dramatis ini menyoroti tiga poros utama: sanksi hukum maksimal, kewajiban restorasi ekologis total, dan ujian etika politik bagi Istana Negara.

1. Palu Hukum: Desakan Pencabutan Izin dan Audit Forensik

Lembaga lingkungan menuntut KLHK dan Kementerian ATR/BPN untuk bertindak tegas, membatalkan semua izin operasional PT THL.

  • Suntikan Mati untuk Izin PBPH: Tuntutan puncak adalah pencabutan total Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT THL. Mereka menilai perusahaan telah gagal total menjaga fungsi ekologis kawasan dan secara langsung memperburuk risiko bencana di hilir.
  • Investigasi Kriminal Lingkungan: Pemerintah didesak segera melakukan Audit Forensik Lingkungan dan Hidrologis Independen. Audit ini harus membongkar sejauh mana praktik penanaman monokultur Pinus telah merusak daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan melanggar dokumen AMDAL yang dimiliki.
  • Pembersihan Tata Ruang: Tuntutan juga diarahkan pada Pemerintah Daerah Aceh agar merevisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang masih mengizinkan Hutan Tanaman Industri (HTI) beroperasi di zona hulu yang merupakan area sensitif bencana.
2. Utang Ekologis: Restorasi Multigenerasi dan Ganti Rugi Korban

Fokus kedua adalah memaksa PT THL membayar penuh atas kerusakan yang diakibatkannya, melalui mekanisme pemulihan yang sesungguhnya.

  • Bayar Penuh Kerusakan: PT THL harus diwajibkan menanggung seluruh biaya restorasi ekologi di lahan yang mereka ubah menjadi monokultur.
  • Ganti Pinus dengan Hutan Sejati: Program restorasi wajib mengganti tanaman Pinus homogen dengan vegetasi hutan alam endemik (multi-species). Langkah ini dianggap satu-satunya cara untuk mengembalikan fungsi vital hutan sebagai penahan air alami.
  • Kompensasi Darah dan Air Mata: Perusahaan dituntut menyediakan dana kompensasi dan ganti rugi (restitusi) yang adil bagi para korban dan masyarakat di wilayah hilir yang kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal akibat banjir dan longsor.
Baca Juga  Kasasi Ditolak, Suami Sandra Dewi Bakal Mendekam 20 Tahun Di Penjara
3. Ujian Etika Politik: Melawan Impunitas di Cincin Kekuasaan

Isu afiliasi politik membawa tuntutan ini langsung ke pintu Istana, menantang komitmen moral dan politik Presiden.

  • Pencabutan Izin atau Konflik Kepentingan: Presiden Prabowo dituntut menunjukkan komitmen moral dengan segera meninjau dan memerintahkan pencabutan izin perusahaan yang terafiliasi dengannya, sebagai bukti nyata melawan konflik kepentingan.
  • Akhiri Impunitas: Tuntutan ini bertujuan mengakhiri “Impunitas Ekologis”, di mana aktor dengan kekuatan politik dianggap kebal dari sanksi meskipun kontribusi mereka terhadap bencana lingkungan telah terbukti secara ilmiah.
  • Transparansi Mutlak: Pemerintah didesak untuk bersikap terbuka dan transparan kepada publik mengenai hasil investigasi dan audit, tanpa menutupi fakta demi kepentingan politik apa pun.
Reaksi Pihak Terkait: KLHK Turun Tangan, PT THL Membela Diri

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan telah menerima tuntutan ini dan berjanji bertindak tegas.

“Tim pengawas dan audit teknis kami sudah di lapangan untuk mengevaluasi kepatuhan PT THL secara mendalam. Kami menjamin akan bertindak sesuai koridor hukum, termasuk sanksi maksimal hingga pencabutan izin, apabila terbukti ada pelanggaran struktural yang menyebabkan bencana,” tegas perwakilan KLHK.

Sementara itu, manajemen PT THL mengeluarkan bantahan, menolak bertanggung jawab tunggal atas bencana.

“Menyalahkan operasi kami secara sepihak adalah tidak adil dan tidak akurat,” ujar Budi Santoso, Kepala Komunikasi Korporat PT THL. “Kami beroperasi legal dengan AMDAL yang sah. Kami menilai curah hujan ekstrem dan perambahan ilegal turut menjadi faktor dominan.”

Meski demikian, PT THL menyatakan siap bekerja sama dengan audit independen dan berkomitmen meninjau ulang praktik pengelolaan hutan.

Kasus PT THL kini menjadi sorotan nasional—sebuah pertarungan antara kepentingan bisnis, kekuasaan politik, dan kelangsungan ekologis yang krusial bagi masa depan Aceh.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *