Momentum Idul Adha 1446 Hijriah, yang akan jatuh pada pertengahan tahun 2025, kembali mengundang kita untuk merenungkan makna mendalam dari pengorbanan Nabi Ibrahim AS. Lebih dari sekadar ritual penyembelihan hewan kurban, Idul Adha adalah perayaan keikhlasan, ketundukan, dan puncaknya, spirit kemanusiaan yang universal. Berbagai tokoh muslim terkemuka, baik dari Indonesia maupun dunia, dalam ceramah-ceramah mereka yang terekam di media massa, senantiasa menekankan bahwa hakikat kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah, sekaligus mendekatkan diri kepada sesama manusia.
Para ulama dan cendekiawan muslim Indonesia, seperti yang kerap disampaikan oleh Prof. Dr. Quraish Shihab dalam berbagai kesempatan, selalu mengingatkan bahwa kurban adalah simbolisasi pengorbanan hawa nafsu dan sifat-sifat buruk dalam diri. Beliau menekankan bahwa inti dari kurban adalah ‘takwa’, yaitu kesadaran akan kehadiran Tuhan yang mendorong kita untuk berbuat baik. “Kurban bukan hanya daging yang dibagikan, melainkan nilai-nilai kebaikan yang mengalir dari hati yang ikhlas,” ujar beliau, sebagaimana sering dikutip media. Pesan ini relevan dengan kondisi masyarakat yang semakin kompleks, di mana egoisme dan individualisme kerap mengikis rasa kepedulian sosial.
Senada dengan itu, KH. Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum PBNU, sering menyoroti dimensi kemanusiaan dalam Idul Adha. Ia menekankan pentingnya mendistribusikan daging kurban secara adil dan merata, terutama kepada mereka yang membutuhkan. “Idul Adha adalah momentum untuk memperkuat solidaritas sosial, menjembatani kesenjangan, dan memastikan tidak ada saudara kita yang kelaparan,” tegasnya dalam beberapa wawancara media massa. Lebih jauh, ia seringkali mengaitkan semangat kurban dengan upaya-upaya pembangunan kemanusiaan yang lebih luas, seperti pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan, sebagai bentuk nyata dari pengorbanan harta demi kemaslahatan bersama.
Dari kancah global, ulama terkemuka seperti Syeikh Dr. Ahmad al-Tayyeb, Grand Syekh Al-Azhar, kerap menyerukan pentingnya persatuan dan persaudaraan antarumat beragama yang tercermin dalam semangat kurban. Beliau selalu menekankan bahwa ajaran Islam, termasuk perayaan Idul Adha, mengandung pesan damai dan kasih sayang bagi seluruh umat manusia. “Pengorbanan Ibrahim adalah pelajaran tentang kepercayaan mutlak kepada Tuhan, yang pada gilirannya menuntun kita untuk berbuat adil dan kasih sayang kepada seluruh ciptaan-Nya, tanpa memandang ras, agama, atau latar belakang,” demikian seringkali pesan beliau disiarkan media internasional. Ini adalah seruan untuk melampaui sekat-sekat identitas dan merajut persaudaraan universal.
Pesan-pesan kemanusiaan dalam Idul Adha juga tidak lepas dari spirit berbagi dan empati. Sebagaimana yang disampaikan oleh berbagai da’i dan aktivis kemanusiaan muslim, daging kurban yang dibagikan bukan hanya pemenuhan kebutuhan pangan, melainkan juga simbol kepedulian yang dapat menghangatkan hati dan memberikan harapan. Dalam konteks global yang masih diwarnai konflik, kelaparan, dan ketidakadilan, semangat Idul Adha menjadi sangat relevan untuk menggerakkan hati nurani kolektif. Ini adalah panggilan untuk mengulurkan tangan, tidak hanya kepada sesama muslim, tetapi kepada siapa pun yang menderita, sejalan dengan ajaran universal Islam sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Dengan demikian, Idul Adha 1446 H/2025 M adalah lebih dari sekadar perayaan tahunan. Ia adalah refleksi mendalam tentang keikhlasan, pengorbanan, dan puncak dari itu semua, spirit kemanusiaan. Dari mimbar-mimbar ceramah tokoh muslim Indonesia dan dunia, kita diajak untuk menghayati makna kurban bukan hanya sebagai ritual, melainkan sebagai jalan menuju takwa yang paripurna, yang termanifestasi dalam kepedulian, keadilan, dan kasih sayang universal bagi seluruh umat manusia. Semoga momentum suci ini semakin memperkokoh jalinan persaudaraan dan kemanusiaan di tengah masyarakat global.***