Inggris : Ketimpangan Ekonomi, Politik, dan Identitas Nasional

Inggris : Ketimpangan Ekonomi, Politik, dan Identitas Nasional
Advertisements



MAKNews, Jakarta – Akhir-akhir ini, Inggris menghadapi gelombang protes massal yang menyoroti ketegangan sosial, ekonomi, dan politik di sekitar isu imigrasi. Demonstrasi di luar hotel yang menampung pencari suaka, seperti yang ditangkap dalam postingan X oleh RadioGenoa, mencerminkan ketidakpuasan publik yang semakin meningkat terhadap kebijakan pemerintah dan persepsi ketidakadilan dalam distribusi sumber daya. Peristiwa ini tidak hanya menunjukkan ketimpangan ekonomi yang semakin parah, tetapi juga mengungkap dinamika politik yang kompleks, terutama dalam konteks partai-partai kiri dan munculnya sentimen nasionalisme.

Sejak krisis keuangan global 2008, dan diperburuk oleh pandemi COVID-19, ketimpangan ekonomi di Inggris telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Data dari Oxford Open Economics (2024) menunjukkan bahwa imigrasi memiliki dampak kecil pada ketimpangan upah, tetapi persepsi publik sering kali berbeda. Banyak warga merasa bahwa imigran, terutama pencari suaka, bersaing dengan mereka untuk akses terhadap perumahan, pekerjaan, dan layanan kesehatan yang terbatas. Krisis perumahan, di mana harga properti dan sewa melonjak, telah memperburuk situasi ini, membuat banyak warga asli kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Penempatan pencari suaka di hotel mewah yang dibiayai oleh pajak telah memicu kemarahan publik, terutama di tengah krisis ekonomi yang sedang berlangsung. Laporan dari Migration Observatory (2025)k menunjukkan bahwa dukungan untuk pengurangan imigrasi meningkat dari 42% pada 2022 menjadi 48% pada 2023, mencerminkan kekhawatiran ekonomi ini. Protes ini, yang ditandai dengan penggunaan bendera St. George dan Union Jack, menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi tidak hanya menjadi isu material, tetapi juga memengaruhi identitas nasional dan persepsi tentang kedaulatan.

Dinamika Politik dan Partai Kiri

Baca Juga  NAACP Tolak Undang Donald Trump ke Konvensi Nasional 2025, Sebut Misinya Berlawanan dengan Hak Sipil

Pemerintahan Keir Starmer, yang terpilih pada 2024, menghadapi tantangan signifikan dalam menangani isu imigrasi. Partai Buruh, tradisionalnya dikenal sebagai partai kiri, kini harus menyeimbangkan antara komitmen terhadap hak asasi manusia dan tanggung jawab internasional dengan tekanan politik untuk merespons ketidakpuasan publik. Kebijakan imigrasi yang lebih ketat, seperti persyaratan bahasa Inggris yang lebih tinggi dan masa tunggu yang lebih lama untuk kewarganegaraan, telah dituduh oleh sebagian anggota partai dan aktivis kiri sebagai penyimpangan dari nilai-nilai inti Partai Buruh.

Polarisme internal di Partai Buruh semakin memperburuk situasi. Faksi kiri, yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Jeremy Corbyn, merasa bahwa Starmer telah mengadopsi retorika sayap kanan, terutama dalam hal imigrasi. Hal ini telah mendorong diskusi tentang pembentukan partai kiri baru, meskipun hingga Juli 2025, belum ada deklarasi resmi. Gerakan seperti Majority, Collective, dan We Deserve Better menunjukkan ketidakpuasan dengan Partai Buruh, tetapi juga menghadapi tantangan signifikan dalam mendapatkan dukungan massal dan menghindari fragmentasi.

Protes ini juga mencerminkan gelombang nasionalisme yang meningkat, di mana warga merasa bahwa identitas Inggris terancam oleh imigrasi massal dan perubahan budaya yang cepat. Penggunaan simbol nasional seperti bendera St. George menunjukkan bahwa isu imigrasi tidak hanya tentang ekonomi, tetapi juga tentang persepsi ancaman terhadap kedaulatan dan nilai-nilai tradisional. Studi tentang nasionalisme di Inggris menunjukkan bahwa sentimen ini sering muncul sebagai respons terhadap perubahan demografi dan persepsi ketidakadilan.

Namun, elemen rasisme dan xenofobia juga hadir dalam beberapa protes, meskipun mayoritas demonstrasi tetap damai. Hal ini menciptakan dilema bagi pemerintah dan partai-partai kiri, yang harus menentang rasisme sambil merespons kekhawatiran legitimitas dari warga asli.

Dengan pemilu 2026 yang semakin dekat, isu imigrasi kemungkinan akan menjadi salah satu tema utama dalam kampanye politik. Pemerintah Starmer menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan antara menanggapi ketidakpuasan publik dan mempertahankan komitmennya terhadap hak asasi manusia. Jika tidak ada reformasi yang signifikan, ketegangan ini dapat memperdalam divisi sosial dan politik, berpotensi mengancam stabilitas Inggris sebagai sebuah negara majemuk.

Partai-partai kiri, termasuk Partai Buruh, harus menavigasi antara kepentingan politik dan tuntutan gerakan sosial. Diskusi tentang partai kiri baru, meskipun belum terwujud, menunjukkan bahwa lanskap politik Inggris sedang dalam tahap transisi. Sementara itu, protes terus berlanjut, mencerminkan bahwa isu imigrasi tidak hanya menjadi masalah kebijakan, tetapi juga sentuhan emosional yang dalam terkait dengan identitas nasional dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam konteks ini, peristiwa sosial ekonomi politik di Inggris pada Juli 2025 menunjukkan bahwa solusi untuk isu imigrasi memerlukan pendekatan yang holistik, yang memperhitungkan aspek ekonomi, politik, dan identitas. Pemerintah, partai-partai politik, dan masyarakat sipil harus bekerja sama untuk mencari jalan tengah yang dapat menjaga kohesi sosial dan memastikan bahwa semua warga, baik asli maupun imigran, merasa termasuk dalam negara ini.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *