MAKNews, Jakarta – Isu kenaikan gaji anggota DPR memicu sorotan publik, namun pimpinan DPR RI menegaskan: tidak ada penambahan gaji pokok, hanya beberapa komponen tunjangan yang ditingkatkan.
Wakil Ketua DPR, Adies Kadir, menjelaskan bahwa sejak periode 2024–2029, anggota DPR tidak lagi tinggal di rumah jabatan — aset yang kini diambil alih oleh pemerintah pusat. Sebagai gantinya mereka menerima tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan, yang disebut “make sense” jika dibandingkan biaya kontrakan di sekitar Senayan. Namun, gaji pokok tetap di kisaran Rp 6,5–7 juta per bulan, tidak mengalami kenaikan selama sekitar 15–20 tahun.
Selain itu, kenaikan juga terjadi pada tunjangan beras, dari Rp 10 juta menjadi Rp 12 juta per bulan, serta penyesuaian tunjangan transportasi (bensin) menjadi Rp 7 juta, dari sebelumnya Rp 4–5 juta. Dengan tambahan tunjangan makan dan lainnya, total pendapatan bulanan anggota DPR kini sekitar Rp 69–70 juta.
Ketua DPR, Puan Maharani, turut meluruskan kabar viral bahwa anggota DPR mendapat gaji Rp 3 juta per hari (sekitar Rp 100 juta per bulan). Ia menegaskan kembali bahwa yang sebenarnya terjadi adalah kompensasi rumah jabatan, bukan kenaikan gaji pokok.
Meskipun dijelaskan sebagai penyesuaian tunjangan akibat rumah jabatan yang dicabut, kritik publik tetap keras. Netizen mengingat bahwa gaji pokok anggota DPR—hanya Rp 6–7 juta per bulan—tidak cukup menutupi biaya hidup di Jakarta, sehingga tunjangan perumahan Rp 50 juta menciptakan celah legitimasi di tengah krisis ekonomi dan ketimpangan sosial. Banyak yang menyebut ini bagian dari “politik sensasi anggaran” daripada tindakan efisiensi yang nyata.