S.K. Trimurti: Perempuan Pejuang Buruh

S.K. Trimurti: Perempuan Pejuang Buruh
Advertisements


Dalam lembaran sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, nama-nama pahlawan yang didominasi oleh laki-laki sering kali lebih dikenal. Namun, ada satu sosok perempuan yang perannya tak kalah vital, terutama dalam membela hak-hak kaum buruh: Surastri Karma Trimurti, atau yang lebih akrab disapa S.K. Trimurti. Ia bukan hanya seorang pejuang kemerdekaan, tetapi juga seorang jurnalis, guru, dan menteri pertama yang mengurusi perburuhan di Indonesia.


Jejak Awal dalam Pergerakan
Lahir di Boyolali pada 11 Mei 1912, S.K. Trimurti sejak muda sudah menunjukkan ketertarikannya pada dunia pergerakan. Latar belakang pendidikannya di sekolah guru tidak lantas membuatnya nyaman dalam zona status quo. Sebaliknya, ia justru tergerak untuk terjun langsung ke medan perjuangan.


Pada tahun 1933, S.K. Trimurti secara resmi bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo) di Bandung. Di sinilah ia berguru langsung kepada Soekarno, proklamator kemerdekaan Indonesia. Soekarno pulalah yang mendorongnya untuk mulai menulis dan menyuarakan pikirannya melalui koran Pikiran Rakyat dan majalah Partindo. Ia dikenal dengan tulisan-tulisannya yang tajam dan berani mengkritik penjajahan Belanda. Untuk menghindari penangkapan, ia sering menggunakan nama samaran Karma atau Trimurti, yang kemudian disingkat menjadi S.K. Trimurti, nama yang kemudian melekat padanya.

S.K. Trimurti berpidato di depan para tokoh pergerakan kemerdekaan lainnya.


Perjuangan Tanpa Henti
Perjalanan S.K. Trimurti sebagai seorang pejuang tidaklah mulus. Aktivitas jurnalistiknya yang berani dan penyebaran pamflet anti-penjajahan membuatnya harus merasakan dinginnya jeruji penjara. Namun, hal itu tidak sedikit pun memadamkan semangatnya.


Pada masa pendudukan Jepang, ia tetap aktif dalam pergerakan bawah tanah. Ia bahkan menjadi salah satu pendiri organisasi perempuan “Poetera” dan kemudian “Barisan Buruh Wanita”. Dedikasinya terhadap kaum buruh dan perempuan sudah terlihat jelas sejak awal. Ia aktif di berbagai surat kabar lain seperti Pesat, Genderang, dan Bedung, terus menyuarakan keadilan dan semangat perlawanan.

Baca Juga  Zohran Mamdani: Muslim Sosialis Demokrat yang Mengejutkan AS


Menteri Perburuhan Pertama
Puncak karier politik S.K. Trimurti terjadi setelah proklamasi kemerdekaan. Pada tahun 1947, dalam Kabinet Amir Sjarifoeddin, ia diangkat sebagai Menteri Perburuhan (sekarang Menteri Tenaga Kerja) pertama Indonesia. Penunjukannya ini merupakan tonggak sejarah, menunjukkan kepercayaan negara terhadap kapasitas perempuan dalam memimpin dan membuat kebijakan penting.
Selama menjabat sebagai menteri, S.K. Trimurti tidak hanya sekadar duduk di kursi pemerintahan. Ia melahirkan beberapa undang-undang krusial yang menyangkut hak-hak kaum pekerja, salah satunya adalah Undang-Undang Kecelakaan No. 33 tahun 1947. Undang-undang ini menjadi dasar perlindungan bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja, sebuah langkah maju yang signifikan dalam sejarah ketenagakerjaan Indonesia.


Dedikasi Hingga Akhir Hayat
Setelah tidak lagi menjabat menteri, S.K. Trimurti tetap aktif dalam berbagai organisasi. Ia pernah memimpin Partai Buruh Indonesia (PBI) dan terus mengorganisir Barisan Buruh Wanita (BBW), memberikan kursus-kursus politik kepada kaum perempuan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi mereka. Di masa Orde Baru, ia menjadi salah satu penandatangan Petisi 50, sebuah gerakan kritis terhadap pemerintahan saat itu.

Presiden Soekarno menyematkan lencana untuk S.K. Trimurti

S.K. Trimurti menghembuskan napas terakhirnya pada 20 Mei 2008 di usia 96 tahun, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Kisah hidupnya adalah cerminan dari seorang pejuang sejati yang gigih, berani, dan berintegritas. Ia bukan hanya seorang istri dari Sayuti Melik (pengetik naskah proklamasi), tetapi seorang pribadi yang memiliki jejak perjuangan sendiri yang gemilang, terutama dalam memperjuangkan hak-hak kaum buruh dan mengangkat harkat martabat perempuan Indonesia. Warisan perjuangannya akan selalu dikenang sebagai inspirasi bagi generasi penerus.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *