MAKNews, Jakarta – Pemerintah Provinsi Bali berencana menerapkan larangan total terhadap peredaran botol plastik air minum dalam kemasan di bawah satu liter, termasuk ukuran populer 600 mililiter, mulai Januari 2026. Kebijakan ini merupakan langkah lanjutan dari upaya pengurangan sampah plastik yang selama ini menjadi beban berat bagi sistem pengelolaan sampah di Bali.
Gubernur Bali, I Wayan Koster, menyampaikan bahwa larangan tersebut akan berlaku menyeluruh, mencakup pelarangan produksi, distribusi, dan penjualan. “Para pelaku usaha harus segera menghentikan produksi mereka dan menjual stok yang tersisa. Per tahun depan, botol air mineral dalam kemasan di bawah satu liter tidak akan lagi diedarkan di seluruh Bali,” tegas Koster dalam keterangan resminya.
Keputusan ini diambil setelah melihat data timbulan sampah Bali yang mencapai lebih dari 1,2 juta ton per tahun, dengan peningkatan signifikan dalam dua dekade terakhir. Sampah plastik, terutama dari kemasan sekali pakai seperti botol air 600 ml, menjadi penyumbang utama sampah non-organik di TPA.
Pemerintah Provinsi Bali sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran Gubernur dan Sekda yang melarang penggunaan plastik sekali pakai di kantor pemerintahan, sekolah, tempat ibadah, dan ruang publik. Kini, dengan kebijakan baru ini, Bali mengambil langkah lebih jauh untuk mendorong masyarakat dan dunia usaha mengubah kebiasaan konsumsi mereka.
Meski menuai dukungan dari berbagai pihak yang peduli lingkungan, kebijakan ini juga memunculkan kekhawatiran dari pelaku industri air minum dalam kemasan (AMDK), terutama UMKM yang menggantungkan produksi pada kemasan kecil yang praktis dan laku di pasaran. Sebagian pelaku usaha juga mempertanyakan kesiapan infrastruktur alternatif, seperti sistem isi ulang atau kemasan ramah lingkungan lainnya.
Gubernur Koster menegaskan bahwa tujuan kebijakan ini bukan sekadar mengurangi sampah, tetapi juga membangun budaya baru yang lebih bertanggung jawab terhadap alam. Ia meminta seluruh pihak untuk menyesuaikan diri dan menegaskan bahwa tidak ada kompromi terhadap larangan tersebut.
“Ini adalah bagian dari gerakan budaya baru Bali yang bersih dan ramah lingkungan. Kita tidak bisa menunggu lebih lama. Harus dihentikan total. Kita mulai dari sekarang,” pungkas Koster.
Dengan penerapan kebijakan ini, Bali berharap dapat menjadi pelopor dalam penanggulangan sampah plastik di Indonesia, sekaligus mempertahankan citra pulau ini sebagai destinasi pariwisata yang hijau dan berkelanjutan. ***