Idham Chalid: Tauladan Seorang Wakil Rakyat

Idham Chalid: Tauladan Seorang Wakil Rakyat
Advertisements

Akhir-akhir ini bangsa kita disuguhi oleh perilaku wakil rakyat di DPR yang buruk hingga menyulut protes warga. Meski sudah melakukan evaluasi dan pembatalan tunjangan serta pemotongan pendapatan publik masih terus menyoroti. Dari peristiwa ini mari kita berkaca pada karakter seorang tokoh nasional yang pernah menjadi wakil rakyat pada jaman orde baru.

K.H. Idham Chalid (1921-2010) adalah salah satu figur paling berpengaruh dalam sejarah Nahdlatul Ulama (NU) dan perpolitikan Indonesia. Beliau dikenal sebagai seorang ulama, guru, sekaligus negarawan yang mumpuni, menjabat dalam berbagai posisi penting di pemerintahan dan parlemen. Perjalanan hidupnya mencerminkan sinergi antara peran religius dan tanggung jawab kebangsaan, menjadikannya salah satu jembatan terkuat antara tradisi pesantren dan dinamika politik modern.

Idham Chalid lahir di Satui, Kalimantan Selatan. Pendidikan agamanya dimulai dari lingkungan keluarga dan pesantren, yang membentuk karakter dan pemikirannya sebagai seorang ulama tradisionalis. Namun, pandangannya tidak hanya terbatas pada dunia keagamaan. Beliau memiliki minat yang kuat terhadap pendidikan dan politik, sebuah kombinasi yang kelak membawanya ke puncak kepemimpinan di NU dan panggung nasional.

Ulama di Panggung Politik

Karier politik Idham Chalid tidak bisa dilepaskan dari perannya di NU. Beliau mulai aktif di organisasi tersebut sejak masa muda, dan puncaknya adalah ketika beliau terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tahun 1956. Jabatan ini dipegangnya selama 28 tahun (1956-1984), menjadikannya pemimpin terlama dalam sejarah NU. Selama kepemimpinannya, NU mengalami masa-masa krusial, termasuk transisi politik dari masa Orde Lama ke Orde Baru. Idham Chalid berhasil menavigasi NU melalui berbagai tantangan politik, mempertahankan identitas organisasi sebagai organisasi keagamaan yang berlandaskan Pancasila, dan menjaganya agar tetap relevan di tengah perubahan zaman.

Baca Juga  Affan Kurniawan, Ojol 21 Tahun, Gugur di Jalanan


Selain di NU, kiprah Idham Chalid di parlemen dan pemerintahan sangat menonjol. Beliau memulai karier politiknya sebagai anggota Dewan Konstituante pada tahun 1956. Selanjutnya, beliau dipercaya memegang jabatan-jabatan strategis di kabinet, termasuk sebagai Wakil Perdana Menteri II pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957) dan Kabinet Djuanda (1957-1959). Pada masa Orde Baru, beliau menjabat sebagai Menteri Kesejahteraan Rakyat dan Wakil Ketua MPR/DPR. Peran gandanya sebagai pemimpin NU dan politisi ulung membuatnya menjadi salah satu tokoh sentral dalam pengambilan keputusan politik di Indonesia.

Beliau juga pernah dipercaya sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal yang baru. Masjid dengan arsitektur bergaya modern itu pun akhirnya selesai pada 31 Agustus 1967 dan diresmikan pada 22 Februari 1978 oleh presiden Soeharto. Masjid ini yang berdekatan dengan Gereja Katedral itu mengingatkan kita agar menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan beragama di Indonesia.

Tokoh Berintegritas dan Anti-Korupsi

Sikap integritas dan anti-korupsi K.H. Idham Chalid tidak hanya sebatas teori, melainkan tercermin dalam praktik sehari-hari yang sangat ketat. Dalam buku biografi Selayang Pandang K.H. Idham Chalid (2022), diceritakan bagaimana beliau tidak pernah memanfaatkan fasilitas negara, seperti mobil dinas, untuk kepentingan pribadi. Beliau bahkan secara tegas melarang istrinya menggunakan uang selain dari gaji resmi untuk kebutuhan keluarga, sebuah prinsip yang sangat dijunjung tinggi karena baginya, keluarga harus dijauhkan dari harta yang haram.


Selain itu, Idham Chalid juga dikenal sebagai pemimpin yang sangat menjunjung tinggi kejujuran dan amanah kepada rakyat. Beliau sering kali mengingatkan para bawahannya agar tidak membohongi masyarakat dengan janji-janji kosong. Dalam pemberitaan koran Abadi tanggal 18 Juli 1972, beliau menegaskan bahwa rakyat tidak bisa terus-menerus ditipu dengan kata-kata manis. Meskipun terkadang omongan bisa mengelabui, beliau percaya bahwa rakyat jauh lebih cerdas karena mereka melihat langsung perbuatan nyata yang dilakukan oleh para pemimpinnya. Sikap ini menjadi pengingat yang kuat bagi setiap wakil rakyat tentang pentingnya konsistensi antara ucapan dan tindakan.

Baca Juga  DPR Diam-Diam Bahas RUU TNI di Hotel Mewah

Mengintegrasikan Pancasila dan Islam

Banyak yang bisa dicontoh dari sosok K.H. Idham Chalid oleh para wakil rakyat saat ini, terutama dalam hal integritas dan anti-korupsi. Beliau adalah contoh nyata bagaimana seorang pemimpin dapat memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan Islam secara seimbang. Dalam setiap langkah politiknya, Idham Chalid selalu menekankan pentingnya persatuan, toleransi, dan keadilan sosial, yang merupakan esensi dari Pancasila, tanpa harus mengesampingkan identitasnya sebagai seorang ulama. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila dan ajaran Islam dapat berjalan beriringan dan menjadi landasan moral yang kuat bagi para wakil rakyat dalam mengabdi kepada bangsa.

K.H. Idham Chalid adalah sosok yang pantas dikenang sebagai ulama karismatik, organisatoris ulung, dan negarawan visioner. Jejak langkahnya di NU, parlemen, dan pemerintahan telah meninggalkan warisan berharga bagi Indonesia, menunjukkan bahwa agama dan politik dapat berjalan seiring untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Maka sudah sepantasnya jika pada 8 November 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menobatkan Idham sebagai pahlawan nasional, setahun setelah beliau wafat pada usia 88 tahun.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *