Gerakan Gen Z Nepal Robohkan Kekuasaan

Gerakan Gen Z Nepal Robohkan Kekuasaan
Advertisements

Kathmandu — Di tengah pegunungan Himalaya yang megah, Nepal sedang menyaksikan babak baru dalam sejarah politiknya: sebuah revolusi yang dipimpin oleh Generasi Z (Gen Z), kelompok pemuda yang lahir di era digital. Protes massal yang meletus akhir Agustus 2025 telah memaksa pengunduran diri Perdana Menteri K.P. Sharma Oli dan Presiden Ram Chandra Poudel, meninggalkan negara ini dalam kekosongan kepemimpinan yang penuh ketidakpastian. Apa yang dimulai sebagai reaksi terhadap pemblokiran 26 platform media sosial kini telah berkembang menjadi gerakan nasional melawan korupsi, ketidakadilan ekonomi, dan represi pemerintah. Dengan populasi Nepal yang mencapai sekitar 29 juta jiwa, di mana lebih dari 60% memiliki hak pilih, peran Gen Z dalam peristiwa ini tidak hanya mengubah dinamika saat ini, tetapi juga membentuk proyeksi politik negara ini ke depan.

Latar Belakang Krisis

Krisis politik ini bermula pada akhir Agustus 2025, ketika pemerintah Nepal di bawah kepemimpinan Oli memutus akses ke platform-platform utama seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, dan YouTube. Langkah ini diklaim sebagai upaya menjaga keamanan nasional di tengah ancaman siber, tetapi segera dikecam sebagai bentuk sensor yang membungkam suara oposisi. Bagi Gen Z – yang mencakup pemuda berusia 13 hingga 28 tahun dan merupakan bagian signifikan dari populasi Nepal – larangan ini adalah serangan langsung terhadap kebebasan berekspresi mereka. Sebagai generasi yang tumbuh dengan smartphone dan internet, mereka melihat media sosial sebagai alat utama untuk berorganisir, berbagi ide, dan menantang status quo.

Baca Juga  Kemriripan Aksi Protes di Indonesia, Nepal dan Prancis, Ini Penjelasannya


Protes awalnya damai, dengan ribuan pemuda berkumpul di jalanan Kathmandu, Pokhara, dan Biratnagar. Mereka menggunakan hashtag seperti #FreeNepal dan #GenZRevolution untuk menggalang dukungan global. Namun, situasi memanas pada 8 September, ketika bentrokan dengan polisi menewaskan setidaknya 19 orang dan melukai lebih dari 300 lainnya. Demonstran membalas dengan membakar gedung pemerintah dan kantor partai politik, termasuk markas Communist Party of Nepal (Unified Marxist-Leninist) milik Oli. Human Rights Watch melaporkan penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi, termasuk tembakan langsung ke kerumunan, yang memicu kecaman internasional.


Menurut data sensus 2021 dari Nepal in Data, populasi Nepal mencapai 29.192.480 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan 0,92% per tahun. Dari jumlah ini, sekitar 17.988.570 orang memiliki hak pilih pada pemilu 2022, atau sekitar 61,74% dari total populasi. Partisipasi pemilih pada pemilu DPR 2022 mencapai 61,85%, dengan lebih dari 11 juta orang memberikan suara. Namun, tren menurun dari 78,24% pada 2017 menunjukkan meningkatnya apatisme politik, terutama di kalangan pemuda. Krisis saat ini telah membalikkan tren itu: Gen Z, yang mencakup lebih dari 3 juta pemilih baru pada 2022, kini menjadi motor utama perubahan. Lebih dari separuh pemilih terdaftar (52% pada 2017) berusia 18-40 tahun, dan protes ini telah memobilisasi mereka secara massal, menuntut akhir korupsi yang menghambat peluang ekonomi – di mana tingkat pengangguran pemuda mencapai 20%.


Pengunduran Diri Pemimpin dan Kekosongan Kekuasaan


Puncak dramatis terjadi pada 9 September 2025, ketika Oli dan Poudel mengumumkan pengunduran diri mereka di tengah tekanan protes yang tak tertahankan. Oli, yang telah menjabat sebagai PM untuk ketiga kalinya, menyatakan mundur untuk “menghindari kekerasan lebih lanjut,” sementara Poudel mengikuti langkah serupa. Ini meninggalkan Nepal dalam kekosongan konstitusional. Berdasarkan Konstitusi Nepal 2015, Oli tetap menjabat sebagai PM sementara dalam pemerintahan caretaker, tetapi kekuasaannya sangat terbatas. Wakil Presiden – saat ini dijabat oleh Ram Sahaya Prasad Yadav – mengambil alih fungsi seremonial kepala negara hingga presiden baru dipilih oleh parlemen.

Baca Juga  Demonstrasi “Gen Z” Tewaskan 19 Orang di Nepal, Pemerintah Cabut Blokir Media Sosial

K.P. Oli sendiri adalah seorang tokoh senior dan berpengaruh di Partai Komunis Nepal (Marxis-Leninis Bersatu), atau CPN (UML). Ia dikenal sebagai figur yang menganut ideologi Marxisme-Leninisme. Karier politiknya dimulai pada tahun 1966. Akibat aktivitas politiknya menentang sistem monarki otokratis (Panchayat) yang berkuasa saat itu, ia pernah dipenjara selama 14 tahun, dari tahun 1973 hingga 1987.

Kendali politik saat ini berada di tangan parlemen, yang bertugas membentuk koalisi baru. Partai oposisi seperti Nepali Congress dan Maoist Centre kemungkinan akan memimpin negosiasi, mungkin membentuk pemerintahan persatuan nasional. Namun, dengan gedung parlemen rusak akibat protes, sidang darurat diharapkan digelar dalam seminggu. Tentara Nepal telah mengeluarkan pernyataan netral, menjanjikan perlindungan ketertiban tanpa intervensi langsung, meskipun analis seperti C.D. Bhatta dari Friedrich Ebert Foundation memperingatkan potensi peran militer jika kekosongan berlarut-larut. Pakar konstitusi Bipin Adhikari dari Universitas Kathmandu menekankan bahwa tanpa konsensus cepat, Nepal berisiko menghadapi instabilitas berkepanjangan. (AG)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *