Jakarta, 3 Juni 2025 – Cho Yong Gi, mahasiswa jurusan Filsafat Universitas Indonesia, menjadi salah satu dari 14 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya atas dugaan kericuhan dalam aksi demo peringatan Hari Buruh, 1 Mei 2025, di depan DPR/MPR RI.
Kronologi Penangkapan
Cho, yang bertindak sebagai relawan medis, mengaku mendengar teriakan meminta bantuan saat hendak meninggalkan lokasi demo. “Ketika lewat dari pintu DPR, saya dengan tim gabungan medis mendengar ada yang bilang, ‘Ada yang kepalanya bocor, perlu pertolongan’,” ujarnya di Mapolda Metro Jaya.
Cho melihat sejumlah peserta demo terluka, dengan bibir robek dan berdarah. Ia lalu mendekat dan menawarkan bantuan medis. Namun, niatnya malah direspons dengan intimidasi: “Salah satu orang teriak, ‘Kamu ngapain di sini?’. Terus dia dorong sampai jatuh,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Cho mengaku sempat dibanting, dipiting lehernya, diinjak sepatu, dan dipukuli. Ia baru tahu proses penangkapan itu muncul karena adanya dugaan dirinya terkait kericuhan: “Ada suara yang provokasi, ‘Ini yang tadi lempar-lempar’,” jelasnya.
Atribut Paramedis Terpasang, Tetap Ditangkap
Dosen pendamping, Taufik Basari, menegaskan Cho telah mengenakan atribut medis, termasuk helm dengan lambang palang merah, membawa bendera tim medis, dan peralatan P3K di tasnya. Meskipun demikian, Cho tetap dibawa ke kantor polisi, semula diperiksa sebagai saksi, kemudian di naikkan statusnya menjadi tersangka.
Kontroversi Penyusupan dan Kekerasan
Pihak kepolisian menuding ada indikasi Cho menyusup ke dalam massa demo dengan niat provokatif, berdasarkan suara provokasi oleh demonstran. Konflik dalam demo ini memicu argumen bahwa aparat dan massa tidak mampu membedakan antara petugas medis dan provokator dalam situasi kacau.
Cho menyatakan tidak mengetahui siapa yang memukulnya. Ia hanya mendengar sorakan massa sebelum terjadi penangkapan: “Ada suara yang provokasi, ‘Ini yang tadi lempar-lempar’. Terus otomatis mereka langsung tangkap, ditarik, dibanting…”
Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari pihak UI sebagai universitas, namun keberadaan atribut medis Cho mempertegas peran kemanusiaannya dalam situasi krisis. Penahanan ini memicu perdebatan terkait bagaimana aparat menanggapi relawan medis dalam demonstrasi.