Di negara Nepal, Gen Z telah menjadi pusat revolusi ini. Mereka bukan hanya demonstran; mereka adalah organisator cerdas yang menggunakan aplikasi alternatif seperti Signal dan Telegram untuk menghindari sensor. Gerakan ini bersifat organik, didorong oleh frustrasi atas korupsi sistemik yang membuat peluang kerja langka bagi pemuda. NPR melaporkan bahwa protes ini telah mengubah Kathmandu menjadi “kota barikade,” di mana pemuda mendistribusikan bantuan makanan dan medis melalui jaringan peer-to-peer.
Partisipasi pemilih muda menambah bobot pada tuntutan mereka. Pada pemilu 2022, lebih dari 3 juta pemuda menjadi pemilih pertama kali, meskipun jumlah pemilih wanita (8.741.530) masih lebih rendah daripada pria (8.992.010). Tantangan seperti ketidaksetaraan gender dan akses terbatas di daerah pedesaan telah menjadi isu sentral dalam protes. Gen Z menuntut reformasi: undang-undang privasi data, akses internet universal, dan kuota pemuda di parlemen untuk memastikan suara mereka didengar.
Harapan Reformasi atau Ancaman Instabilitas.
Masa depan Nepal tampak penuh harapan sekaligus risiko. Dengan pengunduran diri Oli, pemerintahan sementara telah mencabut sebagian larangan media sosial, menandakan kemenangan awal bagi Gen Z. Analis dari The Hindu memprediksi bahwa koalisi baru akan fokus pada reformasi ekonomi dan anti-korupsi, mungkin dengan keterlibatan pemuda dalam kabinet. Namun, jika tuntutan Gen Z diabaikan, protes bisa berlanjut, memicu konflik lebih dalam.
Secara demografis, dengan populasi 29 juta dan 60% memiliki hak pilih, Nepal memiliki potensi demokrasi yang kuat. Tren partisipasi pemilih yang menurun bisa dibalik jika reformasi berhasil, terutama dengan Gen Z yang kini terpolitisasi. Komunitas internasional, termasuk PBB dan Uni Eropa, telah menyerukan penyelidikan independen atas kekerasan, menekankan pentingnya transisi damai. Reuters mencatat bahwa krisis ini bisa menjadi katalisator pembaruan demokratis, mirip dengan gerakan pemuda di Bangladesh atau Sri Lanka.
Revolusi ini menunjukkan bahwa di era digital, pemuda bukan lagi penonton; mereka adalah arsitek perubahan. Apakah Nepal akan bangkit sebagai demokrasi yang lebih inklusif, atau tenggelam dalam kekacauan, tergantung pada bagaimana elit politik merespons suara Gen Z.
Militer Nepal sendiri, yang secara resmi dikenal sebagai Angkatan Darat Nepal (Nepali Army), memiliki sejarah yang panjang dan peran yang unik dalam politik negara tersebut. Tidak seperti militer di banyak negara lain yang sering melakukan kudeta, Angkatan Darat Nepal secara historis lebih sering bertindak sebagai penjaga monarki dan, setelah monarki dihapuskan, sebagai penjamin stabilitas konstitusional. (AG)