Reformasi Drastis sebagai Opsi dalam Pemberantasan Korupsi

Reformasi Drastis sebagai Opsi dalam Pemberantasan Korupsi

Korupsi telah lama menjadi “penyakit kronis” yang menggerogoti stabilitas dan kesejahteraan suatu bangsa. Di Indonesia, berbagai upaya telah dilakukan, namun korupsi seolah beradaptasi dan terus menemukan celah baru. Oleh karena itu, pengalaman negara lain yang mengambil langkah-langkah luar biasa—bahkan radikal—dalam membersihkan lembaga penegak hukum mereka patut dikaji sebagai opsi pembelajaran dan referensi kebijakan.

Ada tiga Pendekatan Reformasi Global.

Pengalaman negara-negara seperti Georgia, Peru, dan Guatemala menawarkan tiga model reformasi yang berbeda dalam upaya memerangi korupsi di dalam institusi penegak hukum:

  1. Model Georgia: Pembubaran dan Pembentukan Ulang (Model Radikal).
    Georgia memberikan pelajaran paling ekstrem. Pada tahun 2004, mereka memecat hampir seluruh personel Polisi Lalu Lintas karena korupsi endemik, membubarkan institusi lama, dan membangunnya kembali dari nol dengan personel baru, gaji yang lebih tinggi, dan infrastruktur modern. Dampaknya adalah penurunan drastis korupsi skala kecil dan peningkatan kepercayaan publik. Pelajaran utamanya: Jika penyakit sudah terlalu parah (endemik), kadang penyembuhan total membutuhkan tindakan radikal berupa pemotongan dan penanaman kembali.
  2. Model Peru: Pembersihan di Tingkat Petinggi (Model Selektif).
    Peru menunjukkan bahwa pembersihan bisa dimulai dari atas. Fokus reformasi adalah memecat atau memaksa pensiun dini petinggi kepolisian yang dicurigai terlibat dalam jaringan korupsi dan kejahatan terorganisir. Pendekatan ini bertujuan untuk memotong rantai komando korupsi. Pelajaran utamanya: Mengambil kendali puncak kepemimpinan institusi yang korup adalah langkah krusial untuk mencegah korupsi mengalir ke bawah.
  3. Model Guatemala: Intervensi Yudisial Internasional (Model Bantuan Khusus).
    Guatemala menggunakan bantuan eksternal melalui Komisi Internasional Melawan Impunitas di Guatemala (CICIG). CICIG memiliki wewenang untuk menyelidiki dan membantu menuntut kasus-kasus korupsi tingkat tinggi yang melibatkan pejabat dan penegak hukum. Pelajaran utamanya: Ketika sistem hukum internal sudah lumpuh, intervensi independen dengan kekuasaan hukum khusus bisa menjadi katalisator perubahan.
    Relevansi di Indonesia: Usulan Mahfud MD
    Dalam konteks Indonesia, perdebatan tentang reformasi drastis institusi penegak hukum pernah mencuat, terutama terkait dengan usulan yang pernah disampaikan oleh Mahfud MD saat menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Mahfud pernah mengusulkan adanya Undang-Undang (UU) Pemberantasan Korupsi Sistemik atau sejenisnya, yang secara umum memberikan dasar hukum untuk melakukan “sapu bersih” struktural di lembaga yang sudah terbukti korup secara masif.
Baca Juga  Memaknai Indonesia Gelap dengan Terang

Usulan semacam ini, meski belum terwujud, sangat mirip dengan semangat di balik reformasi Georgia: mengakui adanya korupsi yang bukan lagi individual, melainkan bersifat sistemik, dan memerlukan intervensi hukum yang radikal untuk menyelamatkan institusi tersebut.
Kesimpulan dan Pilihan Indonesia
Pengalaman Georgia, Peru, dan Guatemala menunjukkan bahwa reformasi yang efektif tidak selalu harus menunggu perubahan budaya yang lambat, tetapi bisa dimulai dengan tindakan struktural yang tegas.

Bagi Indonesia, pengalaman ini menawarkan pilihan yang bisa dipadukan:
Pertams, memperkuat Seleksi & Pengawasan: Meniru semangat Peru dengan memastikan pucuk kepemimpinan institusi penegak hukum diisi oleh figur-figur yang teruji integritasnya dan secara berkala membersihkan perwira yang terindikasi korup.

Kedua, meewujudkan Landasan Hukum Radikal: Mempertimbangkan kembali gagasan seperti yang pernah diusulkan Mahfud MD. Jika ada lembaga yang terbukti tidak bisa direformasi melalui cara biasa (karena sudah terlalu sistemik), perlu ada landasan hukum yang memungkinkan pemerintah melakukan intervensi, restrukturisasi, atau bahkan membubarkan unit-unit korup dan membentuknya kembali dengan personel baru dan budaya yang bersih, meniru keberanian Georgia.

Pemberantasan korupsi membutuhkan keberanian politik. Indonesia memiliki sistem dan lembaga yang kuat, namun ketika integritas institusi tersebut telah dirusak oleh kepentingan pribadi, menengok dan mempraktikkan pelajaran dari negara lain—bahwa reformasi drastis adalah salah satu opsi—menjadi hal yang sangat relevan dan mendesak.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *