Sri Mulyani: Kalau Danantara Terlalu Dominan, Efeknya Bisa Crowding Out

Sri Mulyani: Kalau Danantara Terlalu Dominan, Efeknya Bisa Crowding Out
Advertisements

MAKNews, Jakarta – Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menegaskan peran strategis Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai katalis untuk mendorong pertumbuhan investasi nasional. Namun, ia juga mengingatkan potensi risiko crowding out jika Danantara terlalu mendominasi pasar investasi tanpa mampu menarik partisipasi sektor swasta. Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta pada Kamis, 3 Juli 2025.


Danantara, sebagai lembaga pengelola investasi milik negara, memiliki tanggung jawab besar untuk mengakselerasi penanaman modal, terutama di sektor-sektor strategis dengan nilai tambah tinggi. Sri Mulyani menyoroti bahwa Danantara dapat menjadi mesin penggerak investasi untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2% pada 2025 dan 5,2–5,8% pada 2026.


“Danantara itu state-owned. Kalau dominan tanpa bisa meng-attract (investor), maka yang terjadi crowding out,” ujar Sri Mulyani.

Sebaliknya, jika Danantara mampu menarik minat investor swasta melalui proyek-proyek strategis, lembaga ini dapat berperan sebagai katalis untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.


Apa Itu Efek Crowding Out?
Efek crowding out merujuk pada situasi di mana investasi atau pengeluaran pemerintah yang besar justru mengurangi partisipasi sektor swasta. Hal ini terjadi ketika dominasi pemerintah di pasar investasi membuat pelaku swasta enggan berinvestasi karena merasa sulit bersaing dengan entitas negara yang memiliki sumber daya besar. Sri Mulyani menekankan pentingnya Danantara untuk tidak hanya fokus pada dominasi pasar, tetapi juga menciptakan iklim investasi yang inklusif bagi sektor swasta.


Menurut Sri Mulyani, investasi merupakan komponen kunci yang menyumbang sekitar 28% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Namun, data menunjukkan bahwa Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi pada kuartal I 2025 hanya tumbuh sebesar 2,12%, jauh di bawah target 5% yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi ini menjadi sinyal yang perlu diwaspadai.

Baca Juga  Lonjakan Kasus Covid-19 2025 di Asia: Update Singapura, Hong Kong, Thailand, dan AS

Tantangan dan Strategi Pemerintah
Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah telah merancang sejumlah strategi untuk mengatasi lesunya pertumbuhan investasi, termasuk melalui deregulasi untuk menyederhanakan regulasi dan pemberian insentif fiskal pada sektor-sektor strategis. Selain itu, paket stimulus ekonomi untuk periode Juni–Juli 2025 telah digulirkan sebagai langkah mitigasi untuk menjaga momentum pertumbuhan di tengah ketidakpastian global.


Namun, tantangan lainnya adalah pengalihan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Danantara, yang menyebabkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ber
potensi kehilangan sekitar Rp80 triliun. Hal ini turut berkontribusi pada tekanan pendapatan negara, bersama dengan tidak dipungutnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tertentu.

Sri Mulyani berharap Danantara dapat bekerja sama dengan mitra strategis untuk meningkatkan aliran investasi ke Indonesia. Ia juga menekankan pentingnya pengawasan ketat agar Danantara tidak justru menekan investasi swasta. Dengan koordinasi yang baik antara kebijakan fiskal dan moneter, serta dukungan dari program unggulan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), pemerintah optimistis dapat mendekati target pertumbuhan ekonomi.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *