Tanggung Jawab Negara Yang Hilang

Tanggung Jawab Negara Yang Hilang
Advertisements


Kematian Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojol, bukan sekadar berita duka. Ia adalah cermin buram dari wajah negara yang gagal melindungi rakyatnya. Terlindas oleh mobil rantis Brimob di tengah aksi demonstrasi menolak tunjangan dan gaji berlebihan anggota DPR, nasib Affan menjadi ironi pahit yang menusuk rasa keadilan. Ia, yang sedang mencari nafkah di tengah hiruk-pikuk aspirasi publik, justru menjadi korban dari alat negara yang seharusnya menjaga aspirasi rakyat.

Tragedi ini menuntut kita untuk menilik lebih dalam, melampaui sekadar insiden kecelakaan, dan melihatnya sebagai kegagalan sistemik yang melibatkan beberapa aspek krusial.


Tanggung Jawab Negara dan Kemanusiaan yang Hilang


Pertama, insiden ini adalah bukti nyata hilangnya empati dan kemanusiaan dalam prosedur penanganan massa. Penggunaan kendaraan taktis di tengah kerumunan sipil, terlebih saat situasi tidak terkendali, menyimpan risiko yang sangat besar. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: apakah SOP (Prosedur Operasional Standar) yang digunakan aparat sudah mengutamakan keselamatan jiwa di atas segalanya? Apakah ada pelatihan khusus untuk personel yang mengoperasikan kendaraan berat di area padat? Tragedi Affan mengindikasikan bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut adalah “belum.” Negara, melalui institusi kepolisian, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pergerakan dan tindakan aparat tidak membahayakan warga, baik demonstran maupun masyarakat umum yang kebetulan melintas.
Kini, negara harus bertanggung jawab penuh. Bantuan medis, santunan, dan rehabilitasi bagi korban dan keluarganya adalah langkah awal yang wajib dilakukan. Namun, itu tidak cukup.


Kedua, kasus ini menuntut akuntabilitas hukum yang transparan dan tanpa kompromi. Pengemudi rantis dan pihak yang bertanggung jawab atas operasi tersebut harus diproses secara adil sesuai hukum yang berlaku. Tidak boleh ada impunitas atau upaya perlindungan kelembagaan yang menghambat proses hukum. Publik berhak tahu bagaimana kasus ini diusut, siapa yang bersalah, dan apa sanksi yang diberikan. Transparansi adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan masyarakat yang sudah tergerus.

Baca Juga  SPAI Kecam Tindakan Represif Brimob dalam Demo yang Tewaskan Ojol


Lebih jauh lagi, tragedi Affan harus menjadi momentum untuk reformasi internal di institusi kepolisian. Perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap SOP, etika penggunaan kekerasan, dan pelatihan personel dalam menghadapi situasi unjuk rasa. Kekuatan negara tidak boleh digunakan secara semena-mena, apalagi sampai merenggut nyawa rakyat yang seharusnya dilindungi.
Sebuah Pengingat Pahit bagi Kita Semua
Kematian Affan Kurniawan adalah pengingat bahwa di balik megahnya gedung-gedung dan kendaraan lapis baja, ada nyawa manusia yang rapuh. Nyawa seorang anak muda yang sedang berjuang menafkahi keluarga, yang nasibnya terenggut oleh sebuah sistem yang tidak peka.

Tragedi ini seharusnya membuat kita, sebagai masyarakat, bersatu untuk menuntut keadilan. Keadilan untuk Affan bukanlah sekadar sanksi bagi pelaku, tetapi juga sebuah janji dari negara bahwa setiap nyawa warganya sangat berharga, dan tidak akan ada lagi korban yang berjatuhan akibat arogansi atau kelalaian kekuasaan.

Kasus kekerasan alat negara terhadap rakyat sudah terlalu banyak, kata maaf dan proses hukum terbukti tidak mampu menghentikan. Standar operasi aparat keamanan yang selalu sibuk mencarin pembenaran dan kambing hitam justru sering dikedepankan. Maka, dibutuhkan pertanggungjawaban yang luar biasa, mislanya pucuk pimpinan lembaga, harus mundur dan legowo mengakui kesalahan dan menyerahkan pada orang lain dengan harapan yang lebih baik. ***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *