Oleh : Lukman Hakim
“Revolusi Indonesia adalah revolusi tanpa Mati! Ayo maju terus…!!”
-Soekarno-
Danantara sejatinya merupakan pemikiran ekonom Soemitro Djojohadikusumo pada akhir 1980-an. Soemitro yang juga ayah dari Presiden Prabowo, kala itu mengusulkan pengelolaan sebagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk kepentingan investasi nasional.
Danatara merupakan singkatan dari Daya Anagata Nusantara –Daya berarti energi atau kekuatan, Anagata berarti masa depan, dan Nusantara adalah Tanah Air Indonesia, sebagai badan pengelola investasi. Danantara akan menginvestasikan modal yang berasal dari sumber daya alam dan aset negara dalam hal ini BUMN. Dana hasil efisiensi (baca: pemotongan) anggaran juga akan di bawah kelola badan baru ini. Nantinya laba dari investasi yang dikelola Danantara itu akan dijadikan sumber pembiayaan berbagai program pemerintah dari sumber non APBN. Meski berbentuk badan pengelola investasi, lembaga ini lebih cocok disebut super holding company, jika ditilik dari peran dan fungsinya yaitu investment and gain profit. Dana yang bakal dikelola pu sangat besar hingga 14.710 triliun, hampir 5 kali lipat jumlah APBN. Wow!
Pembentukan Danantara disebut sebagai langkah nyata dalam merealisasikan amanat Pasal 33 UUD 1945. Bahkan Presiden dalam pidato peluncurannya mengutip ayat-ayat dalam pasal 33 UUD 1945. Bahkan sepanjang pidatonya sarat akan narasi-narasi optimisme. Suatu pernyataan yang cukup menggembirakan.
Namun sejauh mana hal tersebut bukan hanya jargon dan omon-omon saja? Bukankah semua regulasi yang terkait ekonomi selama ini selalu mencamtumkan pasal 33 ke dalam konsiderannya? Tapi nyatanya kita semua tahu dan merasakan betapa ekonomi kita masih begini-begini saja, kebocoran anggaran terjadi dimana-mana. Padahal, umur kemerdekaan sudah menginjak 80 tahun.
Markili, mari kita liat.
Pertama, proses pembentukanya tergolong sangat singkat, tidak ada proses kajian yang transparan dan mendalam. Dasar pembentukanya pun hanya merevisi dua Peraturan Pemerintah (PP) dan merevisi UU BUMN. Dua PP yaitu PP No. 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil, dan PP No. 37 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah. Proses ini sangat berpotensi menimbulkan masalah kedepan. Kita masih ingat kisruh Omnibuslaw.
Kedua, Indonesia ternyata selama ini sudah mempunyai SWF (Sovereign Wealth Fund) yaitu dana kekayaan negara yang dikelola oleh lembaga keuangan negara kedalam berbagai investasi. SWF ini dikelola oleh BUMN yang bernama PT Indonesia Investment Authority (INA). Danantara dalam hal ini lebih merupakan upgrade dari INA dengan mengintegrasikannya ke dalam Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Kalau INA fokus pada pengelolaan dana kekayaan negara, Danantara lebih luas pada pengelolaan aset-aset strategis negara, seperti BUMN dan proyek-proyek infrastruktur, termasuk PSN.
Dari segi sumber pendanaan pun Danantara lebih luas dibanding INA yang hanya dibiayai oleh dana kekayaan negara. Danantara dapat dari berbagai sumber, termasuk dana kekayaan negara, pinjaman, dan investasi dari pihak lain, maka tak heran jika mencapai 14.710 T. Meski diatur dalam UU BUMN, namun kuasa BPI Danantara bakal melebihi BUMN itu sendiri. BPI Danantara Indonesia di bawah koordinasi langsung Presiden.
Ketiga, meski Presiden sudah mewanti-wanti soal transpatansi, profesionalitas, integritas dan kehati-hatian dalam pembentukan dan pelaksanaan Danantara. Presiden juga menegaskan Danantara harus siap diaudit kapanpun dan oleh siapapun. Namun pada kenyataannya peran BPK dan KPK dalam proses pembentukan dan pelaksanaan Danantara tidak ada alias tidak dilibatkan. Artinya Danantara di luar jangkauan KPK dan BPK. Pengawasan dan kontrol terhadap BPI Danantara hanya ada di Dewan Pengawas, DPR dan tentu saja Presiden. Bayangkan saja bagaimana praktik korupsi tidak akan merajalela jika tanpa pencegahan dan pengawasan. APBN yang hanya 3000 triliun dan diawasi oleh BPK dan KPK saja banyak bocornya, gimana dengan dana belasan triliun tanpa pengawasan?
Keempat, sebagai instrumen untuk membangun dan mengelola kekayaan dan sumber daya negara, investasi akan lebih fokus pada proyek-proyek strategis nasional yang bersifat makro dan padat modal serta ekstraktif dalam bentuk hilirisasi. Kebijakan investasi masih merujuk pada kepentingan dan kebutuhan ekonomi global. Demikian pula cabang industri pangan, aqua culture, energi terbarukan. Sedangkan UMKM dan koperasi tetap hanya akan menjadi pelengkap subordinat kegiatan ekonomi oligarki semata. Indonesia belum mempunyai konsep yang betul-betul riil dalam hal penguatan industri nasional. Siituasi ini memungkinkan bangunan pondasi industrialisasi nasional bukannya menjadi kuat tapi sebaliknya akan rapuh karena akan sangat bergantung pada arah kebijakan oligarki dalam negeri dan kapitalisme global.
Keempat, orang-orang yang mengisi pucuk pimpinan BPI Danantara mempunyai konflik kepentingan karena banyak berlatar belakang pengusaha dan orang-orang dekat dengan kekuasaan. Tanpa melibatkan unsur-unsur masyarakat yang bersih, mempunyai kebajikan, integritas, profesionalitas dan etika yang baik.
Pengelolaan dana besar oleh orang-orang yang memiliki konflik kepentingan tanpa pengawasan dapat berakibat negatif yang signifikan, seperti penyelewengam dana, korupsi, inefisiensi, tidak independen dari pengaruh politik dan kepentingan lain yang berujung pada hilangnya kepercayaan rakyat.
Jadi wajar jika masih ada kekhawatiran bagaimana semua jargon dan prinsip-prinsip ideal yang dinyatakan Presiden dapat berjalan denagam baik kedepan.
Skema alternatif : Koperasi
Terlepas dari keberadaan PBI Danantara Indonesia yang sudah sah berdiri, tidak ada salahnya kita rembug bagaimana seharusnya dana dan kekayaan negara belasan ribu triliun itu dikelola dan dikembangkan sesuai amanat konstitusi. Disini kita akan bicara soal Koperasi sebagai soko guru ekonomi nasional anak kandung dari pasal 33 UUD 1945.
Pembentukan Koperasi Induk Ekonomi Nasional (KIEN) yang berperan dan berfungsi seperti Danantara mungkin dapat menjadi skema altirnatif kedepan. Proses pembentukannya sudah pasti sangat kompleks dan tidak mudah, gesekan antar kepentingan pasti akan terjadi, unsur-unsur oligarki pasti akan terganggu. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah strategis dengan
menyusun Tim yang terdiri dari ahli-ahli di bidang koperasi, sosial, ekonomi, lingkungan dan hukum dengan supervisi pemerintah dan dilakukan secara transparan dan akuntable. Semua orang yang terlibat harus mempunyai rekam jejak yang baik, tidak menjadi bagian dari kepentingan elit politik tertentu, dan tidak punya konflik kepentingan.
Tim ini akan melakukan tugas antara lain :
1. Membuat kajian penyusunan sebuah Road Map Perekonomian Nasional berbasis Pancasila dan pasal- pasal UUD 1945 terutama pasal Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan perekonomian nasional harus berdasarkan demokrasi ekonomi dan berkeadilan sosial.
Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara bertanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencapai kemakmuran yang adil dan merata.
2. Membuat Kajian dan Pengembangan konsep Koperasi Induk Ekonomi Nasional untuk Danantara berbasis UU Perekonomian Nasional dalam kerangka penguatan industrialisasi nasional.
3. Selaras dengan itu diperlukan perluasan pemahaman yang benar akan pentingnya koperasi di setiap kegiatan ekonomi nasional di semua tingkatan yang melibatkan masyarakat lokal dan atau masyarakat adat. Membentuk koperasi-koperasi di setiap kegiatan ekonomi rakyat, termasuk BUMN, BUMDes, UMKM kemudian mengkolaborasikan semua itu kedalam sebuah rantai pasok ekonomi nasional yang solid dalam kolaborasi ekonomi komunal (berbasis gotong-royong) — communal economic collaboration/CEC, yang nantinya akan bergerak di dalam jaringan besar KIEN yang mengelola SWF Danantara. Sementara proyek-proyek startegis yang menguntungkan rakyat tetap dijalankan.
Menegakkan Koperasi sebagai soko guru ekonomi nasional memerlukan keteguhan dan komitmen tinggi dari semua pelaku yang bertujuan semata-mata untuk kemakmuran rakyat.
Koperasi sebagai soko guru ekonomi nasional akan berdiri tegak diatas bangunan kolaborasi ekonomi komunal dari tingkat terbawah.***