Peringatan ini bermula pada tahun 1908 ketika 15.000 perempuan di New York melakukan demonstrasi menuntut jam kerja yang lebih pendek, upah yang lebih baik, dan hak suara. Setahun kemudian, Partai Sosialis Amerika menetapkan Hari Perempuan Nasional pada 28 Februari 1909 untuk menghormati aksi tersebut. Pada tahun 1910, dalam Konferensi Perempuan Sosialis Internasional di Kopenhagen, Clara Zetkin mengusulkan peringatan Hari Perempuan Internasional yang disepakati untuk dirayakan secara global pada tahun 1911. Lebih dari satu juta orang di Austria, Denmark, Jerman, dan Swiss berpartisipasi dalam peringatan pertama tersebut.
Pada tahun 1977, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi mengakui dan menetapkan 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan perdamaian dunia.
Di Indonesia, peringatan Hari Perempuan Internasional 2025 diwarnai dengan berbagai kegiatan yang menyoroti isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Aliansi Perempuan Indonesia (API) menggelar aksi protes di Jakarta dengan titik kumpul di depan pusat perbelanjaan Sarinah dan dilanjutkan dengan kirab menuju kawasan Patung Kuda. Aksi ini menekankan pentingnya percepatan tindakan dalam mencapai kesetaraan gender.
Tema peringatan tahun ini adalah “Accelerate Action” atau “Percepat Aksi”, yang mendorong langkah konkret dalam memperjuangkan hak-hak perempuan di berbagai sektor, mulai dari pendidikan, pekerjaan, hingga kebijakan publik.
Hari Perempuan Internasional bukan sekadar perayaan, tetapi juga pengingat bahwa perjuangan kesetaraan gender masih berlanjut. Dengan semakin banyaknya partisipasi masyarakat, diharapkan masa depan yang lebih adil bagi perempuan dapat segera terwujud.***