Bassirou Diomaye Faye mencatat sejarah sebagai presiden termuda dalam sejarah Senegal setelah memenangkan pemilu pada tahun 2024. Terpilih pada usia 44 tahun, Faye bukan hanya simbol perubahan bagi Senegal, tetapi juga membawa pendekatan yang unik dan berbeda dalam kepemimpinannya. Salah satu keputusan awalnya yang menarik perhatian dunia adalah menolak untuk memasang fotonya di kantor-kantor pemerintahan—suatu kebiasaan yang lazim di banyak negara, termasuk Senegal.
Sosok Pemimpin Sederhana dan Anti-Kultus Individu
Sejak awal kampanyenya, Bassirou Diomaye Faye dikenal sebagai sosok yang sederhana dan dekat dengan rakyat. Ia mengusung gagasan perubahan dengan menekankan transparansi, reformasi ekonomi, dan pemberantasan korupsi. Penolakannya untuk memajang foto dirinya di ruang-ruang pemerintahan mencerminkan prinsip yang ia pegang teguh: pemerintahan bukan tentang individu, tetapi tentang rakyat.
Di Senegal, seperti di banyak negara lain, foto presiden biasanya dipajang di kantor pemerintahan sebagai simbol kekuasaan. Namun, Faye ingin menggeser fokus dari pemujaan individu ke arah kerja kolektif dan pelayanan publik. Keputusan ini sejalan dengan visinya untuk membangun pemerintahan yang lebih inklusif dan tidak berorientasi pada figur pemimpin semata.
Keputusan Faye ini mendapat beragam respons dari masyarakat dan politisi. Banyak yang mengapresiasi langkahnya sebagai tanda kerendahan hati dan komitmen terhadap reformasi. Baginya, yang lebih penting bukanlah gambar dirinya di dinding-dinding kantor, melainkan kebijakan nyata yang bisa membawa perubahan bagi rakyat Senegal.
Pendekatan ini juga mengingatkan pada beberapa pemimpin dunia lainnya yang menolak kultus individu dalam politik. Misalnya, Presiden Uruguay José Mujica yang hidup dengan sangat sederhana, atau Thomas Sankara dari Burkina Faso yang menolak simbolisme kekuasaan yang berlebihan.
Langkah Faye bisa menjadi inspirasi bagi negara-negara lain, terutama di Afrika, di mana banyak pemimpin masih mengandalkan citra personal dan simbolisme dalam mempertahankan kekuasaan. Dengan menolak fotonya dipajang, Faye mengirim pesan kuat bahwa kepemimpinan harus lebih berorientasi pada pelayanan dan bukan sekadar pencitraan.
Namun, tantangan besar tetap ada. Rakyat Senegal akan melihat apakah prinsip-prinsip yang diusung Faye bisa benar-benar diterjemahkan ke dalam kebijakan yang nyata dan efektif. Apakah ia bisa mewujudkan reformasi yang dijanjikan? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Yang jelas, dengan langkah awal yang berani ini, Bassirou Diomaye Faye sudah menunjukkan bahwa ia ingin memimpin dengan cara yang berbeda—lebih membumi, lebih inklusif, dan lebih fokus pada kepentingan rakyat ketimbang citra pribadi.***