MAKNews, Jakarta – Di tengah riuhnya perbincangan publik mengenai aktivitas pertambangan di beberapa wilayah, sebuah nama tak asing ikut tersorot: PT Gag Nikel. Perusahaan penambangan nikel ini belakangan menjadi pusat perhatian, terutama dengan adanya keputusan pemerintah untuk menghentikan sementara beberapa kegiatan tambang.
Merespons hal tersebut, Arya Arditya Kurnia, yang kini menjabat sebagai Plt Presiden Direktur sekaligus Direktur Operasi PT Gag Nikel, angkat bicara. Dengan tenang, Arya menegaskan komitmen perusahaannya. “Kami sangat menghargai keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,” ujarnya dalam keterangan tertulis, “dan kami siap menyerahkan seluruh dokumen yang diperlukan untuk proses evaluasi.” Ini menunjukkan keseriusan PT Gag Nikel untuk kooperatif dan transparan dalam menghadapi regulasi yang ada.
Arya juga buru-buru meluruskan anggapan yang mungkin keliru. Ia menjelaskan bahwa area tambang yang mereka kelola berada di luar kawasan konservasi dan tidak termasuk dalam area Geopark UNESCO. Penjelasan ini tentu penting untuk meredakan kekhawatiran masyarakat tentang potensi dampak pada situs-situs penting yang dilindungi. Tak hanya itu, Arya memastikan bahwa setiap langkah yang diambil PT Gag Nikel selalu berpedoman pada prinsip Good Mining Practices, sebuah panduan untuk memastikan praktik pertambangan yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan.
Namun, menariknya, bukan hanya kepatuhan pada regulasi dan praktik pertambangan saja yang menjadi sorotan. Jajaran pimpinan di PT Gag Nikel juga menarik perhatian publik. Selain Arya Arditya Kurnia, ada Aji Priyo Anggoro yang mengemban tugas sebagai Direktur Keuangan, Manajemen Risiko, dan SDM.
Di atas jajaran direksi, ada nama-nama yang duduk di Dewan Komisaris. Hermansyah menjabat sebagai Presiden Komisaris, ditemani oleh tiga komisaris lainnya: Lana Saria, Ahmad Fahrur Rozi, dan Saptono Adji.
Nah, nama Ahmad Fahrur Rozi inilah yang paling mencuri perhatian. Pasalnya, beliau juga dikenal sebagai salah satu ketua tanfidziyah di organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kehadiran figur dengan latar belakang sekuat PBNU dalam struktur perusahaan tambang ini sontak memantik pertanyaan. Banyak yang bertanya-tanya, bagaimana korelasi antara posisi penting di organisasi keagamaan dan keterlibatan dalam industri yang kerap menuai kontroversi lingkungan dan sosial ini? Ini menjadi sebuah dinamika menarik yang turut mewarnai perdebatan seputar aktivitas pertambangan di Indonesia.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengungkapkan ternyata PT GAG Nikel mendapatkan hak spesial sehingga bisa mengeruk kekayaan alam di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq mengatakan sejatinya UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur secara jelas tak boleh ada kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung.
Namun, PT GAG Nikel bersama 13 perusahaan mendapatkan pengecualian. Pengecualian timbul atas kontrak karya yang dipegang oleh perusahaan tersebut.***