Apa Kabar Danantara?

Apa Kabar Danantara?
Advertisements

MAKNews, Jakarta – Apa kabar Danantara? Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara, yang diluncurkan dengan gembar-gembor pada 24 Februari 2025, digadang-gadang sebagai lokomotif ekonomi baru Indonesia. Dengan target ambisius mengelola aset hingga Rp14.000 triliun, Danantara diharapkan mampu mengoptimalkan investasi dari BUMN, mendorong hilirisasi, membangun infrastruktur, hingga memperkuat ketahanan pangan dan energi. Rosan Roeslani sebagai CEO, bersama timnya, telah bergerak cepat menjajaki proyek-proyek besar, termasuk investasi di Chandra Asri dan komitmen Rp130 triliun untuk program 3 juta rumah. Bahkan, wacana penghapusan Penyertaan Modal Negara (PMN) langsung ke BUMN dan pemangkasan jumlah BUMN menjadi sekitar 200 perusahaan pun mencuat sebagai bagian dari efisiensi.

Namun, di balik narasi optimisme ini, muncul pertanyaan krusial yang tak boleh dikesampingkan: apakah hiruk pikuk awal Danantara akan berlanjut dengan transparansi dan akuntabilitas yang memadai, atau justru akan sepi dari pengawasan ketat, berpotensi menjadi “kotak hitam” baru di tengah struktur birokrasi yang kian gemuk?

Dari Janji Ambisius ke Realita Pengawasan

Niat baik pembentukan Danantara jelas. Pemerintah ingin meniru kesuksesan Sovereign Wealth Fund (SWF) kelas dunia seperti Temasek di Singapura. Dengan fokus yang lebih tajam dan manajemen profesional, aset-aset negara diharapkan bisa menghasilkan nilai tambah optimal. Namun, pengalaman di berbagai negara, termasuk di Asia Tenggara, menunjukkan bahwa SWF dengan dana jumbo sangat rentan terhadap intervensi politik dan penyalahgunaan jika pengawasannya lemah.

Aktivitas Danantara saat ini memang terbilang agresif. Sejak diluncurkan, lembaga ini aktif dalam penjajakan investasi di sektor strategis, bahkan Presiden Prabowo sendiri mengajak SWF global seperti Temasek untuk berkolaborasi. Komitmen terhadap program-program prioritas pemerintah pun sudah digaungkan, seperti penyediaan rumah dan dukungan untuk industri petrokimia. Rencana restrukturisasi pendanaan BUMN dengan menjadikan Danantara sebagai penyalur modal tunggal, serta pemangkasan jumlah BUMN, menunjukkan langkah-langkah transformatif yang berani.

Baca Juga  Presiden Prabowo: Asing Biayai LSM untuk Adu Domba di Indonesia, Begini Kata LSM
Ketika Keterbukaan Dipertanyakan

Meski demikian, ada kekhawatiran yang cukup beralasan bahwa Danantara bisa luput dari pengawasan yang memadai. Salah satu sinyal yang mengkhawatirkan adalah insiden pelarangan media meliput acara town hall Danantara yang dihadiri Presiden Prabowo pada Mei 2025. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) langsung mengkritik langkah ini sebagai bentuk ketertutupan dan sikap tidak transparan. Padahal, lembaga yang mengelola triliunan aset negara ini semestinya menjadi contoh utama dalam keterbukaan informasi publik.

Kekhawatiran ini diperparah dengan munculnya narasi yang menyatakan bahwa Danantara mungkin “kebal” terhadap audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meskipun pihak Danantara dan sejumlah anggota DPR telah membantah dan menegaskan bahwa Danantara tetap tunduk pada mekanisme audit dan pengawasan hukum, insiden pelarangan liputan dan wacana “kekebalan” ini telah merusak persepsi publik. Transparansi bukan hanya soal ada atau tidaknya mekanisme hukum, tetapi juga soal kemauan proaktif untuk membuka diri kepada publik.

Masa Depan Danantara: Antara Harapan dan Ancaman

Danantara memiliki potensi besar untuk menjadi motor pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan. Namun, potensi ini hanya bisa terwujud jika diiringi dengan tata kelola yang kuat, profesionalisme tanpa kompromi, dan yang terpenting, pengawasan yang ketat dan transparan dari berbagai pihak.

DPR, sebagai representasi rakyat, harus memastikan bahwa fungsi pengawasan mereka terhadap Danantara berjalan efektif. Media dan masyarakat sipil juga tidak boleh lengah dalam mengawal setiap langkah Danantara. Dana triliunan yang dipercayakan kepada lembaga ini adalah masa depan ekonomi bangsa. Jika hiruk pikuk awal mereda dan digantikan oleh kesenyapan tanpa pengawasan, kita patut khawatir bahwa Danantara, alih-alih menjadi lokomotif, justru akan menjadi labirin baru yang membebani, jauh dari sorotan dan akuntabilitas.

Baca Juga  Penguatan Industri Nasional Berdasarkan Sektor Produktif dan Pasal 33 UUD 1945

Masa depan Danantara akan sangat ditentukan oleh kemampuannya menyeimbangkan ambisi investasi dengan komitmen tak tergoyahkan terhadap transparansi dan akuntabilitas. Publik menunggu bukti nyata, bukan sekadar janji dan klaim di atas kertas.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *