MAKNews, Jakarta– Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat bahwa Indonesia kehilangan potensi investasi sebesar Rp1.500 triliun hingga Rp2.000 triliun pada tahun 2024. Angka ini mencerminkan tantangan besar dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif di tengah ambisi pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% hingga 2029.
Penyebab Kehilangan Investasi
Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Perkasa Roeslani, mengungkapkan bahwa proses perizinan yang rumit, terutama di tingkat daerah, menjadi salah satu penyebab utama. Koordinasi yang lemah antara pemerintah pusat dan daerah, ditambah dengan tumpang tindih regulasi antar kementerian/lembaga, menciptakan ketidakpastian hukum yang membuat investor ragu. Selain itu, praktik pungutan liar dan kebijakan hilirisasi yang dinilai kurang efektif, khususnya di sektor tambang seperti nikel, turut memperburuk situasi.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyoroti bahwa kebijakan hilirisasi belum memberikan nilai tambah signifikan bagi perekonomian lokal. “Hilirisasi nikel, misalnya, lebih banyak menghasilkan produk bernilai rendah, sehingga manfaatnya terbatas,” ujarnya.
Meski menghadapi tantangan, BKPM mencatat realisasi investasi pada 2024 mencapai Rp1.700 triliun, melampaui target tahunan sebesar Rp1.650 triliun. Selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, total investasi yang terealisasi mencapai Rp9.117,4 triliun, menyerap 13,8 juta tenaga kerja. Namun, angka unrealisasi investasi yang besar menjadi peringatan keras bagi pemerintah untuk segera melakukan reformasi.
Untuk mengatasi masalah ini, BKPM tengah merevisi tiga peraturan utama (Peraturan BKPM Nomor 3, 4, dan 5 Tahun 2021) guna menyederhanakan proses perizinan berbasis risiko melalui sistem Online Single Submission (OSS). Wakil Menteri Investasi, Todotua Pasaribu, mengusulkan pendekatan post-audit, di mana investor dapat memperoleh izin cepat dan audit dilakukan setelahnya untuk mempercepat realisasi investasi.
Pada 3 Juli 2025, BKPM menggelar konsultasi publik untuk menyerap masukan dari pemangku kepentingan guna menyempurnakan regulasi investasi. Pemerintah juga menetapkan target ambisius, yakni realisasi investasi Rp13.000 triliun hingga 2029, dengan target Rp1.900 triliun untuk tahun 2025.
Indonesia menghadapi persaingan ketat dari negara tetangga seperti Malaysia, yang kian diminati investor karena iklim investasi yang lebih kondusif. Ketidakpastian ekonomi global, seperti konflik geopolitik dan tren pelemahan harga komoditas, juga memeng
aruhi minat investor. Sistem OSS yang melibatkan lebih dari 1.700 jenis usaha dan 17 kementerian/lembaga menuntut sinergi yang lebih kuat antar lembaga.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menekankan pentingnya perbaikan koordinasi pusat-daerah, penyederhanaan regulasi, dan pemberantasan praktik korupsi untuk menciptakan iklim investasi yang profesional. “Sinergi yang baik dan regulasi yang jelas akan meminimalkan potensi investasi yang terlewatkan,” katanya.
Dengan potensi ekonomi yang besar, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi tujuan investasi utama di kawasan. Namun, keberhasilan ini bergantung pada kemampuan pemerintah untuk mengatasi hambatan struktural dan menciptakan lingkungan yang mendukung investasi jangka panjang.***