100 Tahun Pramoedya Ananta Toer dan Warisan Sastra Generasi Bangsa

100 Tahun Pramoedya Ananta Toer dan Warisan Sastra Generasi Bangsa

Oleh : Lukman Hakim

Kemarin, Sabtu (8/2) ada peringatan 100 tahun Pramoedya Ananta Toer di Theater Kecil Taman Ismail Marzuki. Acara yang bagus untuk mengenang dan menghargai karya Pram sebagai karya sastra dan simbol perjuangan rakyat melawan penindasan. Acara yang diadakan oleh berbagai organisasi itu menampilkan Indonesianist Max Lane, Danial Indrakusumah dan para tokoh lainnya sebagai pembicara dan diramaikan oleh ratusan aktifis.

Pada jaman pergerakan melawan orde baru karya-karya Pram terasa sangat spesial dan berharga sekali. Bagaimana tidak keberadaannya diburu untuk diberangus oleh orde baru. Karya Pram bagaikan momok bagi orde baru. Bagi saya, setelah membaca karya Pram, biasa saja dan justru membantu saya untuk lebih memahami kehidupan masyarakat di masa lampau. Menimbulkan rasa ingin tahu yang dalam tentang sejarah dan tentu saja tentang sastra (baca : tulis-menulis). Dengan membaca karya Pram timbul inspirasi untuk menulis. Tidak ada satupun isinya yang menurut saya membahayakan orde baru. Ini luar biasa sekali dan bikin penasaran waktu itu. Kenapa Orde Baru takut?

Pramoedya Ananta Toer, lahir pada 6 Februari 1925 di Blora, Jawa Tengah, adalah seorang sastrawan terkemuka asal Indonesia yang dikenal karena karya-karyanya yang mendalam dan kritis terhadap kondisi sosial dan politik di Indonesia. Pramoedya mengawali kariernya sebagai jurnalis dan penulis, bergabung menjadi anggota Lekra (Lembaga Kesenian Rakyat) pada tahun 1958, yang kemudian mengantarkannya pada dunia sastra dengan mengeluarkan berbagai novel, cerpen, dan esai. Karya-karyanya mencerminkan pengalaman pribadi serta perjalanan sejarah bangsa, menyoroti perjuangan masyarakat Indonesia melawan penjajahan, kemiskinan, dan ketidakadilan.

Karya Pram, trilogi “Bumi Manusia,” tak hanya merupakan karya sastra tapi sebagai dokumen sejarah yang merekam atmosfer perjuangan kemerdekaan. Selain “Bumi Manusia,” Pramoedya juga menulis karya lain seperti “Anak Semua Bangsa” dan “Jejak Langkah.” Yang keduanya ditulis dengan gaya puitis dan narasi yang enak dibaca.

Kontribusi Pramoedya terhadap sastra (Indonesia) tidak diragukan lagi, dan hal ini membuatnya mendapatkan pengakuan di tingkat internasional. Banyak dari karyanya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, menjadi bahan kajian di banyak universitas di seluruh dunia. Penghargaan dan prestasi yang diraihnya termasuk nominasi untuk Nobel Sastra, yang menunjukkan betapa mendalamnya dampak karya-karyanya tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di kancah sastra global. Pramoedya Ananta Toer ada di posisi penting dalam sejarah sastra dunia, sebagai suara yang merefleksikan keluh kesah masyarakat melalui karya sastra.

Lewat karakter-karakter yang kuat dan narasi yang kaya, Pramoedya mengupas berbagai tema besar seperti perjuangan identitas, ketidakadilan sosial, dan eksistensi manusia dalam lingkup historis yang lebih luas.

“Bumi Manusia” menjadi titik awal dari tetralogi “Pulau Buru”, dimana kita diajak untuk memahami konflik antara nilai-nilai budaya lokal dan pengaruh kolonial yang meresap ke dalam masyarakat. Dalam novel ini, Pramoedya menggelar lapisan realitas sosial yang rumit, mendemonstrasikan perjuangan orang-orang pribumi terhadap penindasan dan penyingkiran hak asasi manusia. Tema ini tidak hanya relevan untuk konteks Indonesia tetapi juga memberikan perspektif yang universal bagi masyarakat yang menghadapi kolonialisme.

Di sisi lain, “Anak Semua Bangsa” melanjutkan kisah yang dimulai dalam “Bumi Manusia”. Novel ini menggali lebih dalam tentang stigmatisasi dan perjuangan individu untuk mencari jati diri di tengah arus besar perubahan sosial. Pramoedya memberikan suara kepada mereka yang terpinggirkan, membuat para pembaca merasakan intensitas emosi dan keberanian yang diperlukan untuk melawan sistem yang ada.

Ada alasan mengapa karya-karya Pramoedya banyak diajarkan di universitas luar negeri. Karya-karyanya menyajikan perspektif sejarah dan sosial yang mendalam, mengajak pembaca untuk refleksi kritis terhadap sejarah kolonialisme. Pemahamannya terhadap dinamika sosial memberikan wawasan berharga untuk memahami interaksi manusia dalam konteks yang lebih luas, menjadikannya relevan bagi akademisi, pelajar, mahasiswa dan pembaca di Indonesia dan seluruh dunia.

Karya Pram di Era Kekinian

Stigma komunis pada diri Pram dan melekat pada karya-karya Pramoedya, tak terlepas pada keterlibatannya di Lekra yang underbow PKI. Inilah yang menjadi poin utama orde baru takut dan melarang.

Alasan bahwa Karya Pramoedya sering kali mengangkat kritik terhadap pemerintahan dan mencerminkan perjuangan rakyat, yang membuatnya dianggap sensitif dan subversif tak terbukti. Membaca karya Pram justru timbul rasa nasionalisme dan anti kolonialisme –dan juga anti kapitalisme. Oh pantas saja, bukankah order baru berwatak kapitalistik militeristik?

Kini jamam sudah berganti, sudah saatnya Bangsa Indonesia jujur, adil dan terbuka untuk menerima dan memahami karya Pram sebagai warisan karya sastra kelas dunia. Generasi masa depan harus tahu bagaimana Bangsa ini dulu berjuang melawan penjajahan dna penindasan. Agar ruh patriotik dan nasionalisme bukan hanya dibibir dan status medsos saja.

Bangsa ini butuh sentuhan sastra dalam memahami sejarah perjuangan bangsa. Untuk itu terutama negara atau pemerintah harus memulai berdamai dengan kisah sejarah terutama sejarah sastra yang di dalamnya ada Pram. “Harus adil sejak dalam pikiran” kata Pram.

Kalau di luar negeri saja dihargai setinggi-tingginya, maka di dalam negeri harus pula dijunjung tinggi. Sudah saatnya karya sastra Pram menjadi rujukan resmi dalam pelajaran sastra dan sejarah perjuangan bangsa yang diajarkan di sekolah-sekolah dan universitas-universitas di Indonesia.

Karya Pram adalah karya anak bangsa, kita harus bangga karena kita ada di Bumi Manusia yang sama, harusnya tanpa penindasan!.***

Penulis adalah aktifis PRD.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *