4 April 2025, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan secara bulat memutuskan untuk memberhentikan Presiden Yoon Suk-yeol dari jabatannya. Keputusan ini merupakan puncak dari krisis politik yang dipicu oleh deklarasi darurat militer yang kontroversial oleh Yoon pada Desember 2024.
Latar Belakang Deklarasi Darurat Militer
Pada 3 Desember 2024, Presiden Yoon secara tiba-tiba mengumumkan darurat militer, dengan alasan adanya ancaman dari oposisi politik. Langkah ini mencakup pengerahan militer untuk menghalangi aktivitas legislatif di Majelis Nasional yang dikuasai oposisi. Deklarasi tersebut hanya berlangsung selama enam jam sebelum akhirnya dicabut, namun telah memicu gejolak politik dan sosial yang signifikan di Korea Selatan.
Proses Pemakzulan
Tindakan Yoon mendapat kecaman luas, yang berujung pada pemakzulan oleh Majelis Nasional pada 14 Desember 2024. Setelah pemakzulan tersebut, Yoon ditangguhkan dari tugas kepresidenannya, dan Perdana Menteri Han Duck-soo ditunjuk sebagai presiden sementara selama proses hukum berlangsung.
Mahkamah Konstitusi, dalam keputusan yang diumumkan pada 4 April 2025, menyatakan bahwa tindakan Yoon dalam mendeklarasikan darurat militer merupakan pelanggaran serius terhadap Konstitusi dan prinsip-prinsip demokrasi. Pengadilan menekankan bahwa Yoon telah menyalahgunakan kekuasaannya dan mengancam tatanan demokratis negara.
Langkah Selanjutnya
Sesuai dengan konstitusi Korea Selatan, pemilihan presiden baru harus diadakan dalam waktu 60 hari setelah pemakzulan resmi. Pemimpin oposisi, Lee Jae-myung, muncul sebagai kandidat terdepan dalam jajak pendapat awal, meskipun menghadapi tantangan hukum yang sedang berlangsung. Sementara itu, Yoon Suk-yeol kehilangan kekebalan presidensialnya dan menghadapi kemungkinan tuntutan pidana atas tuduhan pemberontakan.
Pemakzulan Presiden Yoon menandai kedua kalinya dalam sejarah Korea Selatan seorang presiden diberhentikan melalui proses pemakzulan, setelah kasus serupa yang menimpa Park Geun-hye pada 2017. Peristiwa ini menjadi ujian penting bagi ketahanan demokrasi Korea Selatan dan menyoroti pentingnya supremasi hukum dalam sistem politik negara tersebut.