Vaksin TBC dan Kedaulatan Farmasi Nasional

Vaksin TBC dan Kedaulatan Farmasi Nasional

Indonesia mampu membuat vaksin sendiri, seperti terbukti dari produksi vaksin BCG dan Indovac, tetapi untuk vaksin kompleks seperti TBC baru, masih menghadapi keterbatasan teknologi, dana, dan hak paten. Uji coba vaksin TBC dengan hibah Rp2,5 triliun menunjukkan Indonesia sebagai mitra strategis, tetapi kemandirian penuh memerlukan investasi jangka panjang dan strategi yang lebih agresif dalam R&D serta transfer teknologi. Dengan komitmen yang tepat, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada pihak asing di masa depan

Bio Farma, perusahaan BUMN, adalah salah satu produsen vaksin terbesar di dunia, dengan kapasitas produksi hingga 3,2 miliar dosis per tahun untuk berbagai vaksin, seperti polio, DTP, dan BCG. Bio Farma juga memiliki fasilitas berstandar WHO untuk memproduksi vaksin dan telah mengekspor ke lebih dari 150 negara. Pengalaman Pengembangan Vaksin
Indonesia telah berhasil mengembangkan vaksin tertentu, seperti vaksin Covid-19 (Indovac) dan vaksin HPV lokal. Selain itu, Bio Farma memiliki pengalaman dalam teknologi vaksin konvensional, seperti vaksin berbasis protein dan vaksin inaktif.


Lembaga seperti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (sekarang BRIN), Universitas Airlangga, dan Universitas Gadjah Mada memiliki tim peneliti yang mampu melakukan riset vaksin. Kolaborasi dengan institusi internasional juga memperkuat kapasitas in

Tantangan dalam Pembuatan Vaksin Sendiri

Keterbatasan Teknologi Mutakhir
Pengembangan vaksin modern, seperti vaksin TBC berbasis subunit protein (contoh: M72/AS01E), membutuhkan teknologi canggih seperti platform adjuvan atau rekayasa genetika. Indonesia masih bergantung pada transfer teknologi dari mitra asing untuk jenis vaksin ini, karena infrastruktur riset dan pengembangan (R&D) dalam negeri belum sepenuhnya memadai.

Pendanaan dan Investasi

Pengembangan vaksin membutuhkan investasi besar (miliaran dolar) dan waktu lama (5-10 tahun untuk uji klinis). Anggaran R&D di Indonesia masih terbatas, dan prioritas pemerintah sering kali lebih terfokus pada distribusi vaksin daripada pengembangan dari nol. Hibah asing, seperti dari Gates Foundation, sering menjadi solusi cepat, tetapi ini meningkatkan ketergantungan.

Baca Juga  Sekolah Rakyat Solusi Pendidikan untuk Siswa Miskin, Benarkah?

Hak Paten dan Kolaborasi Internasional

Banyak vaksin baru, termasuk kandidat TBC seperti M72/AS01E, dikembangkan oleh perusahaan global (misalnya, GSK atau Gates MRI) yang memegang hak paten. Indonesia sering kali hanya berperan sebagai lokasi uji coba atau produsen berlisensi, bukan pemilik teknologi inti. Negosiasi untuk mendapatkan lisensi produksi lokal bisa rumit dan memakan waktu.

Kapasitas Uji Klinis

Uji klinis fase 3 untuk vaksin seperti TBC memerlukan populasi besar dan infrastruktur pengawasan yang ketat. Indonesia memiliki keunggulan dalam hal populasi dan beban penyakit, tetapi koordinasi uji klinis berskala besar masih menghadapi tantangan logistik dan regulasi.Sentimen Publik dan Kepercayaan
Ketidakpercayaan terhadap vaksin, yang kadang diperburuk oleh misinformasi di media sosial (seperti di platform X), dapat menghambat pengembangan vaksin lokal. Masyarakat mungkin lebih skeptis terhadap vaksin buatan dalam negeri jika komunikasi publik tidak efektif.

Potensi Kemandirian

Indonesia memiliki potensi untuk lebih mandiri dalam pengembangan vaksin, terutama dengan langkah-langkah berikut:

1. Peningkatan Investasi R&D.

Pemerintah perlu meningkatkan anggaran untuk riset vaksin dan mendukung kolaborasi antara BRIN, universitas, dan industri.

2. Transfer Teknologi.

Kerja sama dengan pihak asing, seperti dalam uji coba M72/AS01E, harus mencakup komitmen transfer teknologi agar Bio Farma dapat memproduksi vaksin secara mandiri.

3. Penguatan Regulasi.

Badan POM dan Kemenkes perlu mempercepat proses regulasi tanpa mengorbankan standar keamanan untuk mendukung vaksin lokal.

4. Edukasi Publik.

Kampanye untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin buatan Indonesia sangat penting. ***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *