Rencana pemerintah untuk mendirikan 200 Sekolah Rakyat pada tahun 2025 mendapat sorotan dari Lembaga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND). Sekretaris Jenderal LMND, Goldy Herdiansyah, menyatakan bahwa rencana ini belum terukur dan tidak memiliki perbedaan substansial dengan sekolah umum.
“Kalau ingin memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan, lebih baik memperkuat lembaga pendidikan yang sudah ada di bawah Kementerian Pendidikan,” kata Goldy dalam keterangan tertulisnya. Ia juga mempertanyakan rancangan kurikulum Sekolah Rakyat yang belum jelas dan dinilai tidak menawarkan terobosan baru.
Menurut Goldy, kurikulum Indonesia saat ini masih menghasilkan kualitas SDM yang rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. “Mengadopsi kembali kurikulum yang gagal tentu sebuah tindakan yang keliru dan menunjukkan ketidakmampuan Kementerian Sosial dalam menangani pendidikan,” kritiknya.
Rencana pembangunan 200 Sekolah Rakyat ini akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dana Corporate Social Responsibility (CSR). Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto berencana memulai pembangunan sekolah rakyat di Indonesia, dengan 100 titik menggunakan APBN dan 100 titik lainnya melalui partisipasi sektor swasta.
LMND berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali rencana ini dan memperkuat lembaga pendidikan yang sudah ada. Dengan demikian, diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia dapat meningkat dan kemiskinan dapat dikurangi secara efektif.